BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Kindi adalah filosof
Islam pertama yang berupaya mempertemukan ajaran Islam dengan filsafat
Yunani.Sebagai seorang filosof, al-Kindi lebih mengandalkan kemampuan akal
untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu
yang sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh
karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal
di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian,
al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam.Misalnya, tentang kejadian alam berasal
dari ciptaan Tuhan yang semula tidak ada.Al-kindipun berbeda dengan pendapat
Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi.
Oleh karena itu, al-Kindi bukan termasuk filosof yang dikritik al-Ghazali dalam
kitabnya: Tahafut al-Falasifah (Serangan terhadap para filosof).[1]
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk
mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari
bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama
bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang
mengingkari filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia
menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat sangat memerlukan filsafat untuk
memperkuat alas an-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah
antara hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an.Pemecahan Al-kindi
terhadap masalah ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai
arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti
sebenarnya). Arti majazi ini hanya dinyatakan dengan jalan takwil (
penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli
pikir.
Kalau ada perbedaan antara afilsafat dengan agama,
maka perbedaan itu hanya dalam cara, sumber, dan cirri-cirinya, sebab ilmu
nabi-nabi (agama) diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan
disiapkan untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar hokum
alam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat
harus memilih, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya
dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan
sebaik-baiknya.[2]
Dengan penjelasan di atas maka dalam makalah ini
akan di bahas mengenaiSejarah Singkat Hidup Al-Kindi, Karya-karya Al-Kindi, Pandangan
Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama, Filsafat al-Kindi dan pengaruh Filsafat
Al-Kindi.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah
Singkat Hidup Al-Kindi?
2. Apa saja Karya-karya
Al-Kindi?
3. Bagaimana Pandangan
Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama?
4. Bagaimana Filsafat
al-Kindi?
5. Bagaimana Pengaruh
Filsafat Al-Kindi?
C.
Tujuan
1. Mengetahui Sejarah
Singkat Hidup Al-Kindi
2. Mengetahui Karya-karya
Al-Kindi
3. Mengetahui Pandangan
Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama
4. Mengetahui Filsafat
al-Kindi
5. Mengetahui Pengaruh
Filsafat Al-Kindi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Hidup Al-Kindi
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir
di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku
Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang
penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah
gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).[3]
Ayahnya meninggal dunia semasa ia kanak-kanak. Kakeknya bernama Asy’ats bin
Qais dikenal sebagai sahabat Nabi. Jika ditelusuri nasabnya, Al-Kindi masih
keturunan Yaq’rib bin Qatham yang berasal dari daerah Arab Selatan dan dikenal
sebagai raja daerah Kindah.[4]
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan
sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia
Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun
(813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah.Al-Kindi hidup di
masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813),
al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan
al-Mutawakkil (847-861).[5]
B. Karya-karya Al-Kindi
Dalam tulisan Ahmad Hanafi yang dikutif oleh Dedi Supriadi, jumlah
karangan Al-Kindi sebenarnya sukar ditentukan karena dua sebab.Pertama,
penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya.
Ibn An Nadim dan Al Qafthi menyebut 238 risalah (karangan pendek) dan Sha’id Al
Andalusi menyebutnya 50 buah, sedangkan sebagian dari
karangan tersebut telah hilang musnah. Kedua, diantara karangannya yang
sampai kepada kita, ada yang memuat karangan-karangan lain.[6]
Isi karangan tersebut bermacam-macam, antara lain filsafat, logika,
music, aritmatika, dll. Al-Kindi tidak banyak membicarakan persoalan-persoalan
filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik
dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata, dan lebih mengutamakan
ketelitian pemakaian kata-kata daripada menyelami problema filsafat.pada
umumnya, karangan-karangan Al-Kindi berbentuk ringkas dan tidak mendalam.[7]
Beberapa karya Al-Kindi,
antara lain sebagai berikut:
1. Fi Al Falsafah Al-Ula
(tentang filsafat pertama). Dalam risalah ini menjelaskan tentang kebenaran
utama tentang illat (sebab pokok) bagi semua kebenaran.
2. Al-Hasis ‘ala ta’alum
Al-Falsafah (anjuran untuk belajar filsafat).risalah ini tampaknya terilhami
dari rangkaian karangan kuno, seperti karya Aristoteles dan karya Cicero.
3. Fi Al-Radd’ala
Al-Mananiah (penolakan penganut manichaeisme) dan masa’il Al-Mithidin (tentang
pernyataan-pernyataan kaum atheis) mencerminkan simpatinya yang mendalam kepada
Mu’tazilah.
4. Makalah Fi Al-Aql
(pembahasan tentang akal)
5. Al hilal lil-Daf
Al-Ahzan (kiat menghindari kesedihan)
6. Risalah fi Al-Ibanah an
Al-Ilat al-fa’ilat al-Qaribah li kawn wa al-fasad (tentang penjelasan mengenai
sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakannya)
7. Risalah al-hikmayyah fi
ashrar al-ruhaniyah (kajian filosof tentang rahasia-rahasia spiritual)
8. Kitab fi ibarah
al-jawami al-fikriyyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)
9. Risalah fi ananahnu
jawahir la ajsaam (tentang substansi-substansi tanpa badan).[8]
C. Pandangan Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama
1. Definisi filsafat menurut al-Kindi adalah sebagai berikut:
a. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata: philo
(sahabat) dan Sophia (kebijakan). Filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Definisi
ini berdasarkan etimologi Yunani.
b. Filsafat adalah upaya
manusia meneladani perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal
manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
c. Filsafat adalah latihan
untuk mati. Yaitu bercerainya jiwa dari badan, mematikan hawa nafsu untuk
mencapai keutamaan. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
d. Filsafat adalah
pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.
e. Filsafat adalah
pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada fungsi
filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri.
f.
Filsafat adalah mengetahui tentang segala
sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh, baik esensinya maupun
kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan pada sudut pandang materinya.[9]
Menurut al-Kindi,
filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya
mengetahui kebenaran yang pertama yakni kausa dari semua kebenaran.Filosuf yang
sejati adalah filosuf yang memiliki pengetahuan tentang yang utama.Pengetahuan
tentang kausa (penyebab) lebih utama daripada pengetahuan tentang akibat. Orang
akan mengetahui realitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi
kausanya (penyebabnya).[10]
2. panduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi merupakan orang Islam pertama yang mengupayakan pemaduan atau
keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan wahyu.Menurut
al-Kindi antara keduanya, yakni filsafat dan agama tidaklah bertentangan karena
masing-masing darinya adalah ilmu tentang kebenaran, sedangkan kebenaran
hanyalah satu. Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaanNya, serta ajaran tentang
cara memperoleh hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi dari hal-hal yang
merugikan dan berbahaya. Hal tersebut selaras dengan konsep yang dibawa oleh
para nabi tentang keesaan Allah dan perbuatan-perbuatan yang diridhaiNya.
Tujuan ungkapan al-Kindi
di atas adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam. Usaha yang ia
lakukan cukup menarik dan bijaksana. Ia memulainya dengan membicarakan
kebenaran. Hal itu sesuai dengan konsep agama bahwa agama mengajarkan manusia
tentang kebenaran yang hakiki.Kemudian usaha berikutnya masuk pada persoalan
pokok, yakni filsafat.Telah dijelaskan bahwa tujuan filsafat sejalan dengan
ajaran yang dibawa oleh para nabi, yakni kebijaksanaan.Oleh karena itu,
sekalipun filsafat datang dari Yunani, bagi manusia, menurut al-Kindi, wajib
mempelajarinya, bahkan lebih jauh dari itu, yakni wajib mencarinya.
Pemaduan antara filsafat dan agama, menurut al-Kindi didasarkan pada
tiga alasan.Pertama, ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.Kedua, wahyu
yang diturunkan pada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.Ketiga,
menuntut ilmu, baik secara logika atau yang lain, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga menghadapkan argumennya kepada kaum yang tidak senang
terhadap fisafat dan filosof.Jika ada orang yang mengatakan bahwa filsafat
tidak perlu, maka konsekuensinya mereka harus memberikan argumen yang
jelas.Usaha pemberian argumen tersebut merupakan bagian dari pencarian
pengetahuan tentang hakikat.Untuk sampai pada yang dimaksud, secara logika, mereka
perlu memiliki pengetahuan filsafat.Kesimpulannya, bahwa filsafat harus
dimiliki dan dipelajari karena berfilsafat merupakan kebutuhan manusia dan
tidak dilarang dalam agama.[11]
D. Filsafat Al-Kindi
1. Epistemologi
Al-Kindi menyebutkan
adanya tiga macam pengetahuan manusia.Pertama, pengetahuan indrawi.Kedua,
pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal atau rasional.Ketiga,
pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut pengetahuan isyraqi
(iluminasi).[12]
a.
Pengetahuan indrawi.
Pengetahuan indrawi
terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap objek-objek
material.Pengetahuan indrawi ini tidak memberi gambaran tentang hakikat suatu
realitas.Pengetahuan indrawi selalu bersifat juz'iy (parsial).Pengetahuan
indrawi sangat dekat pada pengindraannya, tetapi jauh dari gambaran tentang
alam pada hakikatnya.
b.
Pengetahuan rasional.
Pengetahuan tentang
sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal sifatnya universal, tidak
parsial.Objek pengetahuan rasional ialah genus dan spesies, bukan
individu.Orang mengamati manusia berbadan tegak dengan dua kaki, pendek,
jangkung, berkulit putih, dan lain sebagainya. Semua ini akan menghasilkan
pengetahuan indrawi. Tetapi jika orang mengamati manusia dan menyelidiki
hakikatnya sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk
berfikir, maka pengetahuan tersebut diperoleh dengan akal atau rasional, dan
telah mencakup semua individu manusia.
c.
Pengetahuan isyraqi.
Al-Kindi mengatakan
bahwa pengetahuan indrawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan yang hakiki
tentang hakikat sesuatu. Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang
genus dan spesies.Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan
pada dua jalan tersebut. Al-Kindi, sebagaimana filosuf isyraqi lainnya, mengingatkan
adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi).
Yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi.Puncak dari
jalan ini ialah wahyu yang diperoleh para nabi yang berasal dari Tuhan.
Selanjutnya, al-Kindi
mengatakan bahwa selain Nabi mungkin ada sebagian orang yang mampu memperoleh
pengetahuan isyraqi meskipun derajatnya di bawah yang diperoleh para nabi yang
berasal dari wahyu Tuhan.Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang yang suci
jiwanya.
a.
Filsafat Ketuhanan.
Pandangan al-Kindi
tentang ketuhanan sangat sesuai dengan ajaran Islam.Bagi al-Kindi Allah adalah
wujud yang sebenarnya. Allah akan selalu ada dan akan ada selama-lamanya. Allah
adalah wujud yang sempurna, tidak didahului oleh yang lain. Dia tidak berakhir.
Sedangkan wujud yang lain disebabkan adanya Allah.
Menurut al-Kindi,
benda-benda yang ada di alam ini mempunyai dua hakikat: sebagai juz'i (parsial)
yang disebut 'aniah. Dan hakikat sebagai kulli (universal) yang disebut
mahiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tujuan akhir dalam
filsafat adalah untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang
Tuhan.Allah dalam filsafat al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah
dan mahiah.Allah tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai sifat
fisik dan tidak pula termasuk benda-benda di alam ini.Allah tidak tersusun dari
materi dan bentuk.Allah Tidak mahiah karena Allah tidak berupa genus atau
spesies.Bagi al-Kindi, Allah adalah unik.Dia hanya satu dan tidak ada yang
setara denganNya.Dialah yang benar pertama, dan yang benar tunggal.Selain
dariNya semuanya mengandung arti banyak.
Untuk membuktikan adanya
Allah, al-Kindi memajukan tiga argument.Pertama, baharunya alam.Kedua,
keanekaragaman dalam wujud.Ketiga, kerapian alam.
Tentang dalil pertama,
yakni baharunya alam, al-Kindi berangkat dari pertanyaan, "apakah mungkin
sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya?".Menurut al-Kindi, tidak
mungkin, karena alam ini mempunyai permulaan waktu, dan yang mempunyai
permulaan pasti berakhir.Oleh karena itu, setiap benda ada yang menyebabkan
wujudnya dan mustahil adanya benda tersebut menjadi penyebab wujudnya.Hal ini
berarti alam semesta sifatnya baru, dan diciptakan oleh yang menciptakannya,
yakni Allah.
Tentang dalil kedua, yakni
keanekaragaman dalam wujud, al-Kindi menyatakan bahwa terjadinya keanekaragaman
dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan atau
merancangnya.Sebagai penyebabnya, mustahil jika alam itu sendiri yang
menyebabkannya. Jika alam yang menjadi sebab, maka akan terjadilah tasalsul
(rangkaian) yang tidak akan ada habisnya. Sementara itu, sesuatu yang tidak
berakhir tidak mungkin terjadi pada alam ini.Oleh karena itu, penyebabnya harus
yang berada di luar alam itu sendiri, yakni zat yang Maha dahulu.Dialah Allah
Yang Maha Esa.
Tentang dalil ketiga,
yakni kerapian alam, al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin
teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya.Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam.Ia
tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan
melihat tanda-tanda atau fenomena-fenomena yang ada di alam ini. Zat itu tiada
lain adalah Allah SWT.
b.
Filsafat Alam.
Di dalam risalahnya yang
berjudul al-Ibanat 'an al 'illat al-Fa'ilat al-Qaribat fi kawn wa al-Fasad,
pendapat al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat
dikatakan wujud yang aktual apabila terhimpun empat 'illat, yakni: materi
benda, bentuk benda, pembuat benda, manfaat benda.
Tentang barunya alam,
al-Kindi mengemukakan tiga argumen, yakni gerak, waktu, dan benda.Benda untuk
menjadi ada harus ada gerak.Masa gerak menunjukkan adanya zaman.Adanya gerak
tentu mengharuskan adanya benda.Mustahil jika ada gerak tanpa ada
benda.Ketiganya sejalan dan pasti berakhir.
Pada sisi lain, benda
mempunyai tiga dimensi: panjang, lebar, dan tinggi. Ketiga dimensi tersebut
membuktikan bahwa benda tersusun.Dan setiap yang tersusun tidak dapat dinamakan
kadim. Apabila zaman kadim ditelusuri ke belakang tentu saja tidak akan sampai
pada akhirnya, karena ia tidak mampunyai awal. Begitu pula zaman yang tidak
mempunyai awal pada masa lampau tentu tidak akan sampai pada masa sekarang.
Oleh karena itu, zaman yang sampai pada masa sekarang ini bukan kadim,
melainkan baru.
Dalam pandangannya
tentang alam, al-Kindi menolak secara tegas terhadap pandangan Aristoteles yang
mengatakan bahwa alam semesta ini tak terbatas atau kadim. Pendapat al-Kindi
tentang barunya alam sama dengan pendapat kaum theologi muslim dan berbeda
dengan pandangan kaum filosof muslim yang datang sesudahnya yang menyatakan
bahwa alam ini kadim. Telah dijelaskan juga bahwa Alquran hanya
menginformasikan bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah SWT. Akan tetapi,
Alquran tidak menginformasikan secara detail tentang proses penciptaannya.
c.
Filsafat Jiwa.
Jiwa merupakan unsur
utama bagi manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari dari manusia.
Kaum filosof muslim memakai kata al-nafs (jiwa) terhadap apa yang diistilahkan
Alquran sebagai al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi
nafsu, nafas, dan roh.
Alquran dan Hadis Nabi
Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan
Alquran sebagai sumber pokok ajaran Islam, menginformasikan bahwa manusia tidak
akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan
manusia.
Sebagaimana jiwa dalam
filsafat Yunani, al-Kindi mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal,
tidak tersusun, tidak panjang dan tidak lebar).Jiwa mempunyai arti penting,
sempurna, dan mulia.Substansinya berasal dari Allah. Hubungannya dengan Allah sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri,
terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan.Jiwa bersifat rohani dan
Ilahi.Sementara itu, jisim (tubuh) mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Argumen tentang
perbedaan jiwa dengan badan, menurut al-Kindi, jiwa menentang keinginan
badan.Apabila nafsu marah mandorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka
jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa yang melarang
tentu tidak sama dengan badan sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini, al-Kindi
menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana
benda-benda, tersusun dari dua unsur, yakni materi dan bentuk.Materi ialah
badan.Bentuk ialah jiwa manusia.Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa
materi atau badan, dan begitu pula sebaliknya.Pendapat ini mengandung arti
kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa.Namun pendapat al-Kindi dalam masalah
ini lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa
dan badan adalah kesatuan accident.Binasanya badan tidak membawa binasanya
jiwa. Di sisi lain al-Kindi juga menolak pendapat Plato yang mengatakan bahwa
jiwa berasal dari alam ide.
3.
Etika
Di muka telah disebutkan beberapa definisi filsafat yang disajikan
al-Kindi. Sebagai contoh: filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan
Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh akal manusia. Yang dimaksud dengan definisi
ini ialah agar manusia memiliki keutamaan yang sempurna.Filsafat sebagai
latihan untuk mati.Yang dimaksud dengan definisi ini ialah mematikan hawa
nafsu.Mematikan hawa nafsu ialah jalan untuk memperoleh keutamaan.
Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tiada lain ialah budi
pekerti yang terpuji. Selanjutnya keutamaan-keutamaan tersebut dibagi menjadi
dua bagian:
a. Keutamaan-keutamaan
manusia merupakan asas dalam jiwa, tetapi bukan asas yang negatif, melainkan
asas yang positif yakni ilmu dan amal (pengetahuan dan perbuatan). Bagian ini
terbagi pula menjadi tiga, yakni hikmah (kebijaksanaan), sajaah (keberanian),
dan iffah (kesucian jiwa). Kebijaksanaan adalah keutamaan daya pikir.
Kebijaksanaan dapat berupa kebijaksanaan teoritis dan praktis. Kebijaksanaan
Teoritis ialah mengetahui sesuatu yang bersifat universal secara hakiki.
Kebijaksanaan praktis ialah menggunakan kenyataan-kenyataan yang wajib
dipergunakan. Keberanian merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa. Keberaniaan
memandang ringan pada kematian untuk mencapai dan menolak sesuatu yang harus
ditolak. Kesucian adalah memperoleh sesuatu yang harus diperoleh guna mendidik
dan memelihara badan serta menahan diri dari yang tidak diperlukan untuk itu.
Keutamaan kejiwaan dari
tiga macam tersebut merupakan benteng keutamaan yang pada umumnya menjadi batas
pememisah antara keutamaan dan kenistaan. Dengan kata lain, tiga macam
keutamaan itu merupakan induk dari keutamaan-keutamaan lainnya. Oleh karena
itu, kelebihan dan kekurangan dari tiga macam keutamaan itu terhitung sebuah
kenistaan.Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa keutamaan ialah
tengah-tengah antara dua ujung yang ekstrim, yakni melampaui batas dan kurang
semestinya.Dan kenistaan adalah salah satu dari dua ujung itu, yakni melampaui
batas dan kurang semestinya.
b. Keutamaan-keutamaan
manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapi merupakan hasil dari tiga macam keutamaan
tersebut.
Dari uraian tersebut
dapat diperoleh kesimpulan bahwa keutamaan-keutamaan manusia terdapat dalam
sifat-sifat kejiwaan dan hasil dari sifat-sifat tersebut.Jika manusia hidup
dengan memenuhi nilai-nilai keutamaan tersebut, niscaya hasilnya menjadi sebuah
kebahagiaan dalam hidupnya.[14]
E. Pengaruh Filsafat Al-Kindi
Al-Kindi adalah filosof pertama dalam islam yang menyelaraskan agama
dengan filsafat. Ia melicinkan jalan bagi Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti jalur
logika, dan memfilsafatkan agama.Kedua, memandang agama sebagai sebuah
ilmu ilahiyah yang menempatkannya di atas filsafat.Ilmu ilahiyah ini diketahui
lewat jalur para nabi.Tetapi melalui penafsiran filosofis, agama menjadi
selaras dengan filsafat.[15]kebesaran
Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-Kindi terhadap kemajuan peradaban
islam. Kemajuan ilmu pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh Al-Kindi
ini telah mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan
al-Mu’tasim. Ia juga mengalami masa kejayaan dimasa pemerintahan Al-muttawakil
(232-247 H/847-861 M). pemikiran Al-Kindi telah banyak menginspirasi banyak
para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuktikan dengan sebagian karya
ilmiahnya telah diterjemaahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa latin.
Karya-karya itu sangat mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.Cardano
menganggap Al-Kindi sebagai salah satu dari duabelas pemikir terbesar.[16]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan pemaduan
antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu.Sebagai seorang filosof,
al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang
benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal
untuk mencapai pengetahuan metefisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi,
diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia
yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan pemikiran
awal dan sebagai pembuka jalan bagi para filosof sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gudangmateri.com/2009/06/biografi-al-kindi.html
http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html
http://syarifahanis.blogspot.com/2012/04/makalah-filosof-al-kindi-sejarah-dan.html
Hermawan, Heris,dkk.2011.Filsafat Islam,
Bandung:CV. Insan Madiri.
Supriyadi, Dedi.2009. Pengantar Filsafat Islam, CV. Pustaka Seta.
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
[1]http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html
[3]http://www.gudangmateri.com/2009/06/biografi-al-kindi.html
[4]Boys ZTF Pradana, Filsafat
Islam, Umm Pers Malang.2003 hal. 87, yang dikutif oleh Heris Hermawan,dkk .
Filsafat Ialam, Insan Mandiri.2011. hal. 13
[5]http://www.gudangmateri.com/2009/06/biografi-al-kindi.html,op.cit
[6]Ahmad Hanafi, Pengantar
Filsafat Islam, Bulan Bintang.Jakarta.1990.hal.73 dikutip olehDedi Supriadi.
Pengantar Filsafat Islam.Pustaka Setia.Bandung.2009..hal.53
[7]Dedi Supriadi,op.cit.hal.53
[8] Mustofa…dikutip oleh Heris
Hermawan,dkk . Filsafat Ialam, Insan Mandiri.2011. hal. 15-16
[9] Musa Al-Musawi, Min
Al-Kindiila ibnu Ruyd, Maktabah al-Fikri al-Jami,1977 hal.103-104, dikutip oleh
Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam, Rineka Cipta.2011. hal.16-17
[10]http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit
[11]http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit.
[12]Mustafa, Filsafat islam.hal.104.dikutip
oleh Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam, Rineka Cipta.2011. hal.20
[13]http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit.
[14]Zar,
Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[15] MM Syarif,
dkk.Para Filosof…dikutip oleh Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam, Rineka
Cipta.2011. hal.27
[16]Ibid.hal.27
0 Response to "Makalah Filsafat Islam Al Kindi"
Post a Comment