“PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay)”





BAB I

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam UUSPN nomor 20 tahun 2003 diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteramilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (dikutip dari M. Sobry Sutikno, 2010: 204)
Pendidikan harus dilaksanakan dengan penuh perencanaan melalui proses pembelajaran yang terarah untuk mencapai hasil belajar yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan sehingga peserta didik memiliki kemampuan baik dari segi ilmu pengetahuan, keterampilan maupun spiritual.
            Setiap warga memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Pendidikan berhak dimiliki oleh setiap individu dan menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban yang harus dicari oleh setiap orang, baik yang normal maupun anak berkelainan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Warga negara yang meiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
            Akan tetapi pada kenyataannya keadaan anak-anak yang mengalami gangguan intelektual, mental dan/atau fisik (Tunagrahita), gangguan fisik (Tunadaksa) dan Hiperaktif sering dikeluhkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya pandangan bahwa anak dengan kondisi seperti itu tidak memiliki bakat dan tidak dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Padahal apabila mendapatkan bimbingan sejak awal tidak menutup kemungkinan mereka dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
            Pendidikan Agama Islam merupakan hal yang urgen ditanamkan pada anak berkebutuhan khusus karena dengan ditanamkannya nilai-nilai agama akan membentu mereka menumbuhkan motivasi dalam menjalani hidup dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki. Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang didasarkan atas Al-Quran dan Al-Hadis. 
            Setiap individu memiliki naluri untuk beragama dan memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama termasuk anak yang mengalami gangguan intelektual, mental dan/fisik (Tunagrahita), gangguan fisik (Tunadaksa) dan Hiperaktif.
            Pada penelitian ini penulis lebih fokus pada anak tunagrahita. Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan intelektual dan/atau fisik serta mental, mereka mengalami keterlambatan kecerdasan, oleh karena itu mereka sering tertinggal hampir dalam semua mata pelajaran. Kemudian bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita? apakah ada cara khusus yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, mengingat anak tunagrahita ini sanagat sulit untuk diajarkan.
            Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi, sosial-ekonomi dan personal yang kompeten yang dapat dilatih dalam batas-batas tertentu. Mereka mampu belajar, tetapi tidak dapat sebanyak dan secepat anak-anak normal. 
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bidang studi yang wajib bagi anak tunagrahita di sekolah luar biasa C Muhammadiyah Papakserang Ciparay. Penyampaian materi pembelajaran PAI di SLB C Muhammadiyah menggunakan metode yang sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan bahkan media yang digunakanpun sangat menunjang sekali.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di SLB C Muhammadiyah pada tanggal 19 November 2011, diperoleh keterangan bahwa SLB mempunyai 8 siswa yang menyandang tunagrahita, dan siswa tersebut termasuk ke dalam kategori C. Siswa tersebut memiliki kelainan fisik mental dan perilaku sehingga mereka memerlukan pendidikan yang khusus dari setiap guru, institusi dan sistem sebagai akibat kelainan yang mereka miliki baik berupa fisik maupun mental. Bagi siswa tunagrahita, metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan untuk membantu mereka. Apalagi dibantu dengan media pembelajaran, hal itu sangatlah menunjang sekali akan keberhasilan mereka dalam belajar. Siswa tunagrahita memiliki potensi yang tinggi untuk mengalami masalah jika tidak mendapatkan metode yang baik dan penggunaan media yang baik.       
Menurut Arno F. Wittig dalam bukunya psychology of learning yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2003:110-111) setiap proses belajar selalu berlangsung tiga tahapan, yaitu:
1.      Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi);
2.      Storage (tahap penyimpanan informasi);
3.      Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
            Dalam proses pembelajaran, pasti akan ditempuh tiga tahapan diatas, lalu yang membuat penulis lebih tertarik bagaimana proses pembelajaran pada anak yang keterbelakangan mental? apakah sama proses pembelajarannya seperti kepada anak yang normal? apakah guru menggunakan metode dan media yang sama seperti yang dilakukan kepada anak yang normal? mengingat anak tunagrahita adalah anak yang sebenarnya sulit untuk diajarkan, dan tidak akan sama seperti anak yang normal pada umunya.
Atas dasar latar belakang masalah itulah maka penulis merasa tertarik untuk meneliti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita atau anak yang mengalami gangguan fisik mental dan intelektual dengan judul
“PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay) 
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay?
2.      Metode apa yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay?
3.      Materi dan media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay?

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.      Proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay
2.      Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay
3.      Materi dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, menjadi referensi bagi pembaca untuk mengetahui tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa keterbelakangan mental.
Untuk guru, dapat menjadi rujukan bahwasannya dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada siswa tunagrahita terdapat metode dan media yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran khususnya Pendidikan Agama Islam.
Untuk mahasiswa, hal itu dapat menjadi buku bacaan untuk meningkatkan intelektual mereka mengenai anak yang keterbelakangan mental. Bahwasannya anak yang keterbelakangan mental memiliki potensi yang dimiliki walaupun potensi yang dimiliki oleh mereka berbeda dengan anak yang normal. 

E.     Kerangka Pemikiran
Menurut Chaplin (1972), yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2011: 109) Proses adalah any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan).
Pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. (Syaiful Sagala: 2010: 61)
Sedangkan pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang mengembangkan jasmani dan rohani berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis menuju kepada terbentuknya kepribadian muslim yang berakhlakul karimah.
Tujuan pendidikan pada hakikatnya yaitu untuk memanusiakan manusia, atau mengantarkan anak didik untuk dapat menemukan jati dirinya yang sesuai dengan proporsi dan hakikat kemanusiaannya. Maksudnya yaitu agar setiap individu manusia itu menyadari dan memahami “siapa dia”, “mengapa dia diadakan di dunia ini”, “dan harus kemana nantinya”. Konsep ini sangat penting sebagai landasan filosofis dan dasar motivasi untuk melakukan aktivitas belajar mengajar (Sardiman, 2008: 61). 
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Salah satu definisi yang dikenal secara luas adalah definisi American Association on Mental Deficiency (AAMD) yang dikutip oleh Grosman (1983) bahwa ketunagrahitaan mengacu kepada fungsi intelektual umum yang secara jelas (meyakinkan) berada di bawah rata-rata disertai kesulitan dalam perilaku adaptif dan terjadi pada periode perkembangan (Astati: 2001: 4). Sebenarnya anak tunagrahita ini terbagi kepada 3, yaitu: tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, dan mental defective.
Karakteristik umum dari mental terbelakang adalah sebagai berikut:
Keterbatasan intelektual, keterbatasan sosial, dan keterbatasan fungsi mental.
            Pada hakikatnya seluruh manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah yang paling sempurna baik itu yang normal ataupun yang keterbelakangan mental. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S At-Tiin, 95:4
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Depag R.I, 2010: 597)
            Pada dasarnya anak yang keterbelakangan mental atau tunagrahita memiliki potensi dan bakat yang dimiliki, maka dari itu janganlah memandang bahwa anak yang berkebutuhan khusus tidak memiliki potensi apa-apa. Walaupun mereka lambat menerima informasi atau materi pelajaran yang mereka terima akan tetapi mereka memiliki potensi untuk mengembangkan apa yang telah mereka terima. Seringkali orang menganggap anak yang keterbelakangan mental tidak mampu mengerjakan apa yang dikerjakan oleh anak normal, anggapan seperti itu salah sekali, mengapa? karena pada kenyataannya anak yang keterbelakangan mental ternyata mampu mengerjakan seperti yang orang normal lakukan, contohnya mereka ternyata mampu menggambar atau melukis dan lukisan yang mereka buat sangat bagus.
            Maka dari itu, hilangkanlah anggapan bahwa anak yang keterbelakangan mental tidak mempunyai potensi apa-apa. Mereka juga berhak mendapatkan pendidikan, karena pendidikan merupakan modal utama bagi mereka untuk mengembangkan potensinya. Jika anak tunagrahita terus dididik dengan baik di sekolahnya, maka hal itu tidak menutup kemungkinan mereka yang memiliki keterbelakangan mental dapat bersaing dengan lingkungan sekitarnya dengan potensi, bakat dan minat yang mereka miliki.
            Anak-anak yang berkebutuhan khusus hendaknya dipandang sebagai manusia yang sama seperti anak normal, jangan dipandang dari segi fisik atau kecacatannya akan tetapi pandanglah mereka sebagai pribadi yang memiliki potensi. Berilah mereka dorongan atau motivasi untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki agar mereka tidak merasa terkucilkan di lingkungannya.     
Pada umumnya anak-anak tunagrahita dikelola oleh lembaga pendidikan luar biasa yang disebut Sekolah Luar Biasa. Pendidikan luar biasa adalah pendidikan khusus yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik dari anak yang berkelainan khusus. Pendidikan luar biasa akan dibutuhkan jika kebutuhan siswa tidak bisa dilaksanakan dalam program pendidikan umum. Dapat diartikan bahwa pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan khusus dari individu siswa.
Sekolah luar biasa tidak akan terlepas dari mata pelajaran yang wajib disampaikan yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Agama Islam ini sangatlah penting untuk disampaikan kepada siswa, karena Pendidikan Agama Islam ini merupakan suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Karakteristik tujuan pendidikan Islam adalah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Abdurahman Saleh (1990) yang dikutip Syahidin, (2009:10).
Dalam membuat proses penelitian, penelitian dibagi menjadi beberapa bagian untuk mengetahui tujuan penelitian. Yang pertama, membuat pengamatan untuk mengetahui informasi tentang proses pembelajaran PAI pada siswa keterbelakangan mental. Kedua, membuat wawancara untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang penelitian. Akhirnya data yang dihasilkan dari menyimpulkan kegiatan penelitian.









Skema penelitian















Gambar 1
Skema Penelitian
F.          Metode Penelitian
1.      Jenis Data
Dalam menganalisis data, penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Nana Syaodih (2010: 60) mengatakan bahwa metode penellitian kualitatif adalah metode penelitian yang bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial (a shared social experience) yang diinterpretasikan oleh individu-individu.
 Jenis data pada penelitian ini adalah hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunagrahita di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay.
2.      Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2011: 157)  sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Penelitian ini dipusatkan di SLB C Muhammadiyah Papapkserang kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Alasan penulis memilih tempat ini karena mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal penulis, sehingga penulis dengan mudah mendapatkan informasi yang lengkap.
Data diperoleh adalah dari pengurus di SLB C Muhammadiyah Papakserang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung secara purposive dan snowball (primer) yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan sumber-sumber lainnya yang relevan dengan pembahasan penelitian seperti dokumen, baik berupa buku, majalah,karya tulis, e-book,  (sekunder) yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2010:15).


3.      Metode dan Teknik Pengumpulan Data
a.       Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Yaya Suryana (2009: 105) Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang diupayakan untuk mencandra atau mengamati permasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat objek tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunagrahita yaitu pada siswa yang keterbelakangan mental. Hal ini mencakup, proses pembelajarannya, metode pembelajaran yang digunakan serta materi dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI.  
b.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik pengumpulan data untuk membuat jelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Pertama observasi, obsevasi dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi sebelum menyebar wawancara. Yang kedua adalah Wawancara, wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam untuk mendapatkan informasi tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa keterbelakangan mental.


4.      Analisis Data
Dalam analisis data penelitian ini menggunakan skema analisis data berdasarkan Miles dan Huberman (Sugiyono, 2008: 338)
 





 



Gambar 2
Skema Analisis Data.

a.       Data collection (pengumpulan data) adalah informasi tentang apa pun di lokasi pengamatan.
b.      Data reduction (reduksi data)  adalah pemilihan hal-hal penting, berfokus pada hal-hal penting dan membuang hal-hal yang tidak diperlukan.
c.       Data display (penyajian data) adalah teknik untuk menampilkan data ke dalam pola.
d.      Conclusions: verifying (kesimpulan) adalah hasil dari pengumpulan data, reduksi data dan menampilkan data.

Berdasarkan skema diatas ada beberapa bagian dalam analisis data. Pertama, mendatangi lokasi dan mengumpulkan banyak informasi khususnya tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk siswa keterbelakangan mental. Kedua, membuat pengumpulan data, memilih hanya hal-hal penting tentang proses pembelajaran siswa Pendidikan Agama Islam untuk siswa keterbelakangan mental. Ketiga, menampilkan data ke dalam pola dalam data tampilan untuk membuat lebih mudah dalam mengambil kesimpulan. Akhirnya, membuat kesimpulan untuk mendapatkan tujuan dari penelitian ini.

0 Response to "“PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SLB C Muhammadiyah Papakserang, Ciparay)” "