BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Mutu
pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu pendidikan sangat
dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori yang telah terbukti
secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. di antaranya adalah teori kepribadianerikeriksondanteoribehavioristik.
Teori ini masih relevan dengan pembelajaran berbasis kompetensi. Pemahaman guru
terhadap teori pembelajaran masih beragam sebahagian besar guru mengajar tidak
berlandaskan teori belajar tertentu. Mereka mengajar yang penting tujuan
tercapai dan pembelajaran dapat dinyatakan tuntas.
Berdasarkan
hal tersebut, maka sangat tepat jika teori behavioristik danteori
Erikson dikenalkan
kembali sehingga guru dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
Permasalahannya adalah bagaimana konsep teori behavioristik danteori
Erikson dan
aplikasinya dalam pembelajaran?
B.
RumusanMasalah
1. BagaimanaTeoriKepribadian Erik Erikson?
2. BagaimanaTeoriKepribadianBehavioristik?
C.
TujuanMasalah
1. MengetahuiTeoriKepribadian Erik Erikson.
2. MengetahuiTeoriKepribadianBehavioristik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Kepribadian Erikson
Erikson adalah seorang Freudian
dan penulis utama psikologi ego. Erikson
pada dasarnya menerima gagasan Freud termasuk
gagasan yang belum pasti seperti oedipal complex dan juga menerima
gagasan tentang ego yang didukung oleh para pendukung setia
para Freudian
seperti Heinz Hartman dan Anna Freud.
Teori Erikson lebih banyak dipengaruhi oleh antropologi dan berorientasi pada
budaya.
Erikson memandang identitas ego sebagai polaritas dari apa
seseorang itu menurut perasaan dirinya dan apa seseorang itu menurut anggapan
orang lain. Seseorang yang mencapai identitas memperoleh rasa memiliki. Erikson
juga memandang jika masa lampau seseorang memiliki makna bagi masa depannya, maka akan terdapat kesinambungan perkembangan yang
direfleksikan oleh tahap-tahap perkembangan lainnya.
1.
Ego Kreatif
Ciri khas psikologi ego dari Erikson
diantaranyasebagai berikut:
a.
Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri
dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kematangan ego
yang sehat.
b.
Erikson berusaha mengembangan teori instink dari Freud dengan
menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
c.
Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif berasal dari
impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti
individu meninggalkan pesan sosial di masa lalunya.
d.
Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang.
Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan berkelanjutan
diri dengan masa lalu dari masa yang akan datang.
2.
TeoriPerkembanganPsikososial
Tahapan perkembangan psikososialmenurut
Erikson, seperti table berikut:
Tahap (usia)
|
Krisis Psikososial
|
Lingkungan Sosial Utama
|
Modalities Psikososial
|
Virtue Psikososial
|
Maladaption & Malignancies
|
I (0-1) bayi
|
Trust vs
mistrust
|
Ibu
|
Mengambil,
mengembalikan
|
Harapan,
kepercayaan
|
Sensory distortion-withdrawal
|
II (2-3) awal
anak
|
Autonomy vs
shame, adoubt
|
Orangtua
|
Mempertahankan,
merelakan
|
Keinginan,
penentuan
|
Impulsivity-compultion
|
III (3-6) pra
sekolah
|
Intiative vs
isolation
|
Keluarga
|
Bermain
|
Kegunaan,
keberanian
|
Ruthlessness-inhibition
|
IV (7-12 atau
lebih) anak usia sekolah
|
Industry vs
isolation
|
Tetangga dan
sekolah
|
Melengkapi,
membuat sesuatu bersama
|
Kompetensi
|
Narrow virtuosity-inertia
|
V (12-18 atau
lebih) remaja
|
Ego-identity
vs role confusion
|
Teman sebaya,
|
Menjadi
diri-sendiri
|
Ketaatan,
kesetiaan
|
Fanaticism-repudation
|
VI (20)
dewasa
|
Intimacy vs
isolation
|
Partner,
teman
|
Kehilangan
menemukan diri dalam orang lain
|
Cinta
|
Promiseuity-exclusivity
|
VII (20-50)
|
Generativity
vs self absorption
|
Rumah tangga,
teman kerja
|
|
Kepedulian
|
Overextension,penolakan
|
VIII (50)
usia tua
|
Integrity vs
despair
|
Kehidupan
manusia
|
|
Kebijaksanaan
|
Kesombnganputusasa.
|
1. Tahappertama
Tahap pertama yaitutingkat infancy/oral-sensory, tahapiniterjadi
kira-kira tahun pertama. Tugas ini untuk mengembangkan rasa percaya tanpa sama
sekali menghapus kapasitas untuk curiga. Jika ayah dan ibu bisa memberikan
kualitas keakraban secara konsisten dan continue pada anak, kemudian anak akan
mengembangkan perasaan bahwa dunia khususnya dunia sosial adalah tempat yang
aman, orang bisa di percaya dan dicintai. Anak belajar untuk percaya pada
tubuhnya dan cara memenuhi keinginan biologisnya. Kondisi kualitas atau
keakraban dan kehangatan yang diciptakan orang tuatidak mengartikan orang tua
harus sempurna. Pada kenyataannya banyak orang tua yang terlalu melindungi
anaknya akan diakhiri dengan tangisan yang akan menjadikan anak pada tendensi
maladitif. Erikson menyebutnya dengan sensory maladjustment mereka
akan bimbang dan berkembangmenjadi “malignant tendency of with
drawal” dengan karakteristik depresi, paranoid,
dan mungkin psikosis.
2. Tahap kedua
Tahap kedua adalah tahap anal
muscular pada masa anak awal antara 8 bulan sampai 3-4 tahun. Tugasnya
untuk berprestasi, otonom kebalikan dari malu dan ragu. Jika ayah dan ibu
mengizinkan anak belajar berjalan, bereksplorasi, dan memanipulasi lingkungan
maka anak berkembang jadi otonom dan mandiri. Pada masa ini, anak dapat
belajar tentang control diri dan harga diri. Dengan kata lain, belajar
mengontrol diri dan mengharga diri akan mempermudah si anak untuk mengatasi
rasa malu dan ragu. Jika orangtua berusaha keras mengeksplorasi dan menjadikan
anak mandiri, anak akan berasumsi tidak akan bisa melakukan apa yang ingin
dilakukannya. Jika kita menyimpan kesan menertawakan saat anak berusaha untuk
belajar berjalan maka si anak akan merasa sangat malu dan ragu pada
kemampuannya. Cara lain yang akan membuat si anak jadi pemalu dan ragu adalah
jika kita memberikan kebebasan dan tidak dibatasi maka ini mempengaruh tidak
baik. Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dihilangkan tapi bermanfaat. Tanpa itu anak
akan berkembang pada tindensi maladiktif, Erikson menyebutnya dengan impulsiveness yang akan membuat anak
melakukan sesuatu tanpa pertimbangan.Individu akan tumbuh dengan kekuatan saat
dia bisa menyeimbangkan kebebasannya denga rasa malu dan ragu.
3. Tahap
Ketiga
Tahap ketiga adalah tahap umur
bermain atau genital locomotor dari
umur 3 atau 4 sampai 5 atau 6 tahun. Anak
belajar intuk berinisiatif tanap terlalu banyak merasa bersalah. Pada tahap ini
waktunya bermain bukan belajar formal.
4. Tahap
Keempat
Tahap keempat adalah tahap latency
atau anak-anak usia sekolah dari usia 6-12 tahun. Tugasnya adalah mengembangkan suatu
kapasitas dan saat menghindari sebuah perasaan rendah diri yang berlebihan.
Para orang tua harus memberikan keberanian, guru harus peduli, teman sebaya
harus menerima. Anak-anak harus belajar behawa kesenangan itu tidak hanya
didapat dalam menyusun sebuah rencana, tapi dalam pelaksanaan juga. Mereka
harus belajar merasakan kesuksesan, apakah itu disekolah ataupun ditempat
bermain, akademis (sosial). Jika anak hanya mendapatkan sedikit kesuksesan,
dikarenakan kekasaran guru-guru atau penolakan dari teman-teman sebaya maka dia
malah akan mengembangkan suatu perasaan rendah diri atau tidak berkompeten.
Erikson menyebutkan sumber tambahan dari rasa rendah diri tersebut yaitu
rasisme, seksisme, dan bentuk-bentuk lain dari diskriminasi.
5. Tahap Kelima
Tahap kelima adalah masa remaja,
dimulai dengan pubertas dan berakhir sekitar usia 18 atau 20 tahun. Tugas selamamasa remaja adalah untuk
mencapai identitas diri dan menghindari kebingungan. Masa remaja adalah masa
yang dimintai erikson untuk diamati, dan pola-pola yang dia lihat disini
merupakan dasar pemikiran yang dia gunakan untuk tahap-tahap yang lain.
Identitas diri berarti mengetahui siapa diri individu dan bagaimana diri
individu masuk kedalam masyarakat. Unutk itu individu membutuhkan semua yang
telah individu pelajari tentang dirinya sendiri serta kehidupan yang membentuk
gambaran dirinya. Ketika seorang remaja menghadapi kebingungan, Erikson mengatakan bahwa orang
tersebut menderita krisis identitas. Bila
remaja berhasil menyelesaikan tahap ini, remaja akan menemukan tujuan yang oleh
Erikson disebut kesetiaan.
6. Tahap
Keenam
Bila individu telah sampai pada
tahap keenam, individu tengah berada pada tahap dewasa muda yang mempunyai jangkauan
umur antara 18-30 tahun. Pada
tahap umur ini, individu merasa lebih membingungkan daripada tahap umur
anak-anak, dan orang-orang mungkin akan membedakan secara dramatis. Tugas utama
dalam tahap ini adalah untuk mencapai derajat keintiman sebagai lawan dari
isolasi atau keterasingan. Intimasi adalah kemampuan untuk menjadi dekat dengan
yang lain, sebagai kekasih, teman dan peserta dalam komunitas. Penyakit yang
berbahaya pada masa ini, erikson menyebutnya keterasingan yaitu kecenderungan
untuk mengisolasi diri dari semua, dari cinta, dari pertemanan, dan dari
kominitas serta mengembangkan rasa benci yang pasti pada komunitas.
7. Tahap Ketujuh
Tahap ketujuh adalah masa dewasa
madya. Pada masa ini sulit menentukan rentang waktunya, tetapi masa ini
termasuk masa pada saat individu membesarkan anak. Bagi sebagian besar orang,
ini terjadi antara usia 20 tahun sampai dengan 50 tahun akhir. Tugas utama pada
tahap ini adalah mengelola keseimbangan antara kegairahan hidup dengan stagnasi
(kejenuhan). Kegairahan hidup (genarativity) adalah perluasan cinta kearah masa
depan, yaitu memberikan perhatian pada generasi selanjutnya dan pada seluruh
generasi masa depan. Seperti berkurangnya tingkat keegoisan dibandingkan dengan
tahap sebelumnya: intimacy, cinta antara teman menjadi sebanding dan tentu saja
harus terjadi secara timbale balik. Stagnasi atau kejenuhan, disisi lain,
adalah tidak memperdulikan orang lain, menyerap segala untuk diri sendiri.
Orang yang mengalami kejenuhan tidak lagi produktif sebagai anggota masyarakat.
Mungkin sulit dibayangkan bahwa kita akana mengalami kejenuhan (stagnasi) dalam
hidup kita. Jika individu berhasil pada tahap ini maka individu akan memiliki
kemampuan untuk perduli pada orang yang akan membantu melewati sisa hidupnya.
8. Tahap Kedelapan
Pada tahap ini, individu mengalami
kesulitan. Masa dewasa akhir atau usia tua ini dimulai setelah anak-anak pergi
meninggalkan rumah. Dalam teori erikson, individu yang mencapai tahap ini
adalah hal yang baik dan apabila tidak mencapainya diperkirakan perkembangan
individu itu akan terhambat oleh masalah yang baru. Tugas tahap ini adalah
mengembangkan integritas ego dengan jumlah keputus asaan yang seminimal
mungkin. Tahap ini khususnya dari perspektif kaum muda, terlihat seperti tahap
yang paling sulit dari semua tahap yang ada. Beberapa orang berhenti dari
pekerjaan yang sudah bertahun-tahun ditekuni, kemudian muncul perasaan ketidak
bergunaan secara biologis seperti tubuh tidak lagi berfungsi sebagaimana
mestinya, wanita mengalami menopause; pria biasanya menyadari mereka tidak
dapat lagi mengembangkan karir dalam pekerjaan.
B.
Teorikepribadianbehavioristic
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner.Teoriinidibahasolehbeberapatokohmenjadibeberapamacamdiantaranya;
Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner.Teoriinidibahasolehbeberapatokohmenjadibeberapamacamdiantaranya;
1. TeoriPembiasaanKlasikal;
Pavlop
Teori pembiasaan klasik (classical
conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh
Ivan Pavlov (1849-1936) sebagaimana telah diuraikan di awal. Seperti halnya
dengan Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya
bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar
atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu (Sanjaya, 2006:
115).
Berdasarkan eksperimen dengan menggunakan
anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus
dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu.
Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang
dapat menumbuhkan tingkah laku itu (Sanjaya, 2006: 116). Hal ini dikarenakan classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (Syah, 1999: 106).
Teori ini disebut classical karena yang
mengawali nama teori ini untuk menghargai karya Ivan Pavlov yang paling pertama
di bidang conditioning (upaya pembiasaan) serta untuk membedakan dari teori
conditioning lainnya (Djaali, 2007: 85).
2. TeoriPengkondisianTingkahLakuOperan:
skinner
Teori ini dikembangkan oleh Skinner yang juga
didasarkan pada teori S-R dari Thorndike. Skinner juga menggunakan hewan
yaitu burung dalam percobaannya. Akan tetapi berbeda dengan Thorndike, Pavlov,
dan Watson, Skinner dalam teorinya menyimpulkan bahwa terdapat dua macam respon
yang berbeda yaitu respondentresponse
atau reflexive response dan operant response atau instrumental response (Sanjaya,
2006:116). Kedua respons tersebut secara ringkas dapat dijelaskan sebagai
berikut ini:
a.
Responde
response atau reflexive
response adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh teori S-R yaitu respons
tertentu yang ditimbulkan oleh situmulus tertentu. Artinya, hubungan antara
stimulus dan respons bersifat yang terbatas dan hampir sudah terpola. Oleh
sebab itu, respondent response sangat kecil kemungkinannya untuk dimodifikasi.
b.
Operant
response atau
instrumental respons adalah respons yang timbulnya diikuti oleh munculnya
perangsang-perangsang lain atau reinforcing stimulus atau reinforcer. Reinforce
ini kemudian akan memperkuat response reflexive yang dilakukan oleh organism.
Dengan lain perkataan reinforce menyebabkan terjadinya multiplier effect atau
effect rentetan dalam diri seseorang. Karena sifatnya yang demikian itu, maka
mungkin saja perilaku dapat dimodifikasi dengan menggunakan operant atau
instrumental response.
3. TeoriBelajar
Social; Bandura
Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura
didasarkan pada beberapa konsepdiantaranya,
1. Determinis
Resiprokal (reciprocal determinism)
Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori
belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku.
Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi
interaktif dari organisasi dan sistem sosial.Pendekatan
ini
menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus
menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang
menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi
orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Tanpa Renforsemen
(beyond reinforcement)
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada
reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah
untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun.
Menurutnya, reforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan
terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku.
Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian
mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada renforsemen
yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu
merupakan pokok teori belajar sosial.
2.
Kognisi dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition)
Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
bagi tingkahlakunya sendiri.
Teori Belajar Sosial dari Bandura
yang paling luas diteliti adalah Efikasi Diri dan Penelitian Observasi
(Penelitian Modeling).
1. Efikasi diri
atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation).
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang
baik atau buruk, tepat atau salah, bias atau tidak bias mengerjakan sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita),
karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat
dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.Efikasi diri
berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan
yang diharapkan.
Contohnya seorang dokter ahli bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang
tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar
professional. Namun ekspektasi hasilnya bias rendah, karena hasil operasi itu
sangat tergantung kepada daya tahan jantung pasien, kemurnia obat abtibiotik,
sterilisasi dan infeksi, dan sebagainya.
2. Belajar Melalui
Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa renforsemen yang
nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan
melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan
hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat
renforsemen dari tingkahlakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien
dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat
memperoleh respon yang tidak terhinggai banyaknya, yang mungkin diikuti dengan
hubungan dan penguatan.
Peniruan (modelling) Inti dari belajar melalui observasi adalah
modelling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata
modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang
dilakukan orang model (oranglain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan
atau pengurangan tingkahlaku yang teramati, menggenaralisir berbagai pengamatan
sekaligus, melibatkan proses kognitif.Diantaramacam-macam modeling itudiantaranya:
1) Modelling tingkah laku baru
Melalui
modeling orang dapat memperoleh tingkahlaku baru. Ini dimungkinkan karena
adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkahlaku model
ditransformasikan menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi
ditransformasikan menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat
nanti.
2) Modeling
Mengubah Tingkah laku lama
Dua
dampat modeling terhadap tingkah laku lama : pertama, tingkah laku model yang
diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat.
Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat
atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima
secara sosial, tergantung apakah tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum.
3) Modeling
Simbolik
Dewasa
ini sebagian besar tingkahlaku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan
contoh tingkahlaku yang tidak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya.
Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
4) Modeling
Kondisioning
Modeling
dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius
(vicarious classical conditioning). Modelilng semacam ini banyak dipakai untuk
mempelajari respon emosional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
-
Teori Erikson
memandang identitas ego sebagai polaritas dari apa seseorang itu menurut
perasaan dirinya dan apa seseorang itu menurut anggapan orang lain. Seseorang
yang mencapai identitas memperoleh rasa memiliki. Erikson juga memandang jika
masa lampau seseorang memiliki makna bagi masa depannya, maka akan terdapat kesinambungan perkembangan yang
direfleksikan oleh tahap-tahap perkembangan lainnya
-
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon.
1 Response to "Makalah Teori Kepribadian Erik Erikson"
kesimpulannya sulit dipahami
Post a Comment