BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bagi seorang
guru memiliki kepribadian yang baik adalah hal yang wajib. Maka seyogyanya kita
sebagai calon pendidik yang akan menjadi pendidik yang berkepribadian baik
haruslah mengetahui beberapa teori mengenai kepribadian. Kami menuliskan
beberapa teori yang mudah-mudahan dapat membantu kita semua mendapatkan
kepribadian yang baik. Amien.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang akan dibahas adalah:
a.
Apa pengertian
teori kepribadian?
b.
Apa makna dari
kepribadian?
c.
Bagaimana teori
kepribadian menurut Freud?
d.
Bagaimana teori
kepribadian menurut Jung?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Kepribadian
Kepribadian
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
personality. Kata
personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona, yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam
suatu permainan atau pertunjukan. Disini para aktor menyembunyikan
kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang
digunakannya[1].
Sementara, teori kepribadian dapat diartikan sebagai
seperangkat asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta
definisi-definisi empirisnya. Menurut Pervin merupakan upaya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan “what, how, dan why”. Pertanyaan “what” terkait dengan
karakteristik seseorang dan bagaimana karakteristik tersebut diorganisasikan
dalam hubungannya dengan orang lain. Seperti pertanyaan
“apakah dia itu jujur, ajeg, dan memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi”?. Pertanyaan “how” merujuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, seperti “bagaimana
faktor genetika dan lingkungan berinteraksi dalam mempengaruhi lingkungan”?,
sementara pertanyaan “why” merujuk pada faktor motivasional individu
berprilaku, seperti pertanyaan “mengapa seseorang mengalami depresi”? jawabannya
mungkin, karena dia dihina orang, kehilangan orang yang dikasihaninya, atau
karena ia tidak lulus ujian.
Selanjutnya jika mengemukakan tentang hakikat kepribadian
manusia, yaitu sebagai berikut:
1.
Manusia merupakan makhluk yang unik dibandingkan dengan makhluk
(spesies) lainnya, seperti hewah.
Dibandingkan dengan hewan, manusia lebih tergantung
kepada faktor psikologis, dan kurang tergantung kepada faktor biologis. Manusia
memiliki kemmapuan berfikir konseptual, dan berbahasa dan berkomunikasi dengan
menggunakan simbol-simbol, sedangkan hewan tidak memilikinya. Namun dalam hal
kematangan, manusia lebih lambat dibandingkan dengan hewan.
2.
Tingkah laku manusia bersifat kompleks
Untuk memahami kepribadian harus mampu mengapresiasi
tentang kompleksitas tingkah laku manusia.
3.
Manusia tidak selalu menyadari atau dapat mengontrol
faktor-faktor yang menentukan tingkah lakunya
Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam suatu saat manusia
tidak dapat menjelaskan mengapa melakukan sesuatu, atau akan melakukan sesuatu
dalam suatu cara yang sebenarnya berlawanan dengan keinginannya sendiri[2].
B.
Makna Kepribadian
Apa makna kepribadian?
Dalam buku Chaerul Rochman (2012:31) mengutip Yusuf mencoba menjawab pertanyaan
itu demikian: istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yakni personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin
yakni dari person yang berarti kedok atau topeng dan personae
yang berarti menembus. Persona biasanya digunakan oleh para
pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan suatu karakter pribadi
tertentuu. Sedangkan yang dimaksud personae adalah para pemain sandiwara
itu dengan kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu
karakter orang tertentu misalnya pemarah, pemurung dan pendiam.
Dalam istilah bahasa Arab, menurut T Fuad Wahab (2010: 1)
kepribadian sering ditunjukan dengan istilah sulukiyyah (perilaku), khulqiyyah
(akhlak), infi’aliyyah (emosi), al-jasadiyyah (fisik), al-qadarah
(kompetensi) dan muyul (minat).
Dalam pengertian terminologis, Muhammad Abdul Khalik (1983:
22) menyebutkan bahwa yang disebut dengan kepribadian (syakhshiyyah)
adalah majmu’ah ash-shifah al-aqliyyah wa al-khulqiyyah al-lati yamtazu biha
asy-syakhshu ‘an ghairih (sekumpulan sifat yang bersifat akliah dan
perilaku yang dpat membedakan seseorang dangan orang lain).
Dalam pengertian
yang lain, kepribadian sering diartikan sebagai a social stimus value,
atau dimaknai seabagi cara orang bereaksi, itulah kepribadian individu.
Sementara itu, Abin Syamsudin (2007: 13) mengartika kepribadian sebagai
kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya
terhadap lingkungan. Isjoni (2007: 57) dalam slah satu tulisannya menyebutkan
bahwa kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur
fisik dan unsur psikis. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan
seseorang (guru) merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asalkan
dilakukan secara sadar.
Guru yang
berkelakuan baik sering dikatakan memiliki kepribadian baik, atau disebut juga
berakhlak mulia. Sebaliknya, jika guru memiliki perilaku dan perbuatan jelek,
tidak baik menurut pndangan masyarakat, maka dikatan bahwa guru itu tidak
memilki kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh
karena itu, kepribadian sering dijadikan barometer tinggi dan rendahnya
kewibwaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat.[3]
C.
Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud
Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 dikota Moravia,
dan meninggal dunia pada tangal 23 September 1939 di London. Dia lahir dari
keluarga kelas menengah Yahudi. Ayahnya Jacob Freud, bekerja sebagai seorang
pedagang wol yang kurang sukses. Pada saat perdagangannya mengalami kerugian di
Moravia, keluarganya pindah ke Leipzig, Jerman, dan kemudia mereka pindah lagi
ke Wina Austria, yaitu pada saat Freud berumur 4 tahun. Freud adalah anak
sulung dari istri kedua ayahnya (usianya selisih 20 tahun dengan usia ayahnya).
Pada saat Freud dilahirkan, ayahnya berumur 40 tahun, sementara ibunya berumur 20
tahun. Perlakuan ayahnya sangat kasar dan otoriter. Freud mengakui bahwa pada
saat kecilnya, dia bersikap memusuhi dan membenci ayahnya. Sementara ibunya
bersifat lembut, menarik, melindungi, dan mencintai. Kondisi ini mengilhami
teorinya tentang konsep Oedipus complex,
sebagai bagian terpadu pada masa kecilnya. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa
teori Freud lahir sebagai refleksi dari pengalaman masa kecilnya.
Pada tahun 1873, Freud masuk fakultas kedokteran
Universitas Wina, dan pada tahun 1881 dia lulus sebagai dokter dengan yudisium
“excellent”. Freud adalah seorang ahli neurologi, ketika dia mulai berpraktek
medis di Wina sampai akhir abad 19. Seperti halnya para ahli neurologi lainnya
pada masa itu, dia sering membantu orang-orang yang mengalami masalah-masalah
nervous, seperti: rasa takut yang irrasional, obsesi, dan rasa cemas. Dalam membantu penyembuhan
masalah-masalah gangguan mental (mental disorders) tersebut, dia mengembangkan
prosedur yang inovatif, yang dinamai psikoanalisis.
Pada tahun 1876-1882 dia bekerja di laboratorium
psikologi Ernest Bruke, salah seorang pimpinan sekolah kedokteran Helmholtz.
Selama bekerja disini dia memfokuskan pekerjaannya untuk meneliti “ histology
of nerve cells” (ilmu jaringan tubuh tentang sel-sel syaraf). Selama
berhubungan dengan Bruke, Freud mendapatkan banyak pelajaran yang berharga.
Pendapat Bruke yang amat mempengaruhi pandangan Freud, adalah yang terkait
dengan pandangan bahwa “individu sebagai sistem dinamik yang tunduk kepada
hukum-hukum alam”.
Freud menikah dengan Martha Bernays pada tahun 1886 dan
dikarunia 6 orang anak. Salah seorangnya bernama Anna Freud, yang mengikuti
jejak ayahnya sebagai seorang psikoanalisis terkenal.
Teori Freud memiliki beberapa kelemahan, terutama dalam
hal-hal berikut:
1.
Pendapat Freud yang menyatakan bahwa ketidaksadaran
(unconsciousness) amat berpengaruh terhadap prilaku manusia. Pendapat ini
menunjukkan bahwa manusia menjadi budak dari dirinya sendiri.
2.
Pendapat Freud yang menyatakan bahwa pengalaman masa
kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Ini
menunjukan bahwa manusia dipandang tak berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.
3.
Pendapat Freud yang menyatakan bahwa kepribadian manusia
terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk mengatasi dorongan-dorongan
seksualnya.
4.
Ada dua asumsi
yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu determinsme psikis dan motivasi
tak sadar.
a.
Determinisme
Psikis (Psychic Determinism),
asumsi
ini mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan, atau dirasakan individu
mempunyai arti dan maksud, serta semuanya itu secara alami sudah ditentukan.
b.
Motivasi tak
sadar (Uncoscious Motivation), Freud
meyakini bahwa sebagian besar tingkah laku individu (seperti perbuatan,
berpikir dan merasa) ditentukan oleh motif tak sadar.
Pokok-Pokok Teori Freud Mengenai Kepribadian
Teori Freud mengenai kepribadian dapat diikhtisar
dalam rangka struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian.
1.
Struktur kepribadian
a.
Das Es (the id),
yaitu aspek biologis,
b.
Das Ich (the
ego), yaitu aspek psikologis,
dan
c.
Das Ueber Ich
(the super ego), yaitu aspek sosiologis.
Ketiga aspek itu
mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri,
namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sukar (tidak mungkin)
untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia; tingkah laku
selalu merupakan hasil sama dari ketiga aspek itu.
a.
Das Es
Das Es atau
dalam Inggris the id disebut juga oleh Frued system der Unbewussten. Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan
system yang original di dalam kepribadian; dari aspek inilah kedua aspek yang
lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya (the true psychic reality), Das Es
berisikan hal-hal yang di bawa sejak lahir (unsure-unsur biologis), termasuk
instink-instink; das es merupakan “reservionis” energy psikis yang menggerakkan
das Ich dan Das Ueber Ich. Energy psikis di dalam Das Es itu dapat meningkat
oleh karena perangsang; baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam.
Jadi yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Das Es ialah menghindarkan diri
dari ketidakenakan dan mengejar keenakan; pedoman ini disebut Freud “prinsip
kenikmatan” dan “prinsip keenakan” (Lust prinzip, the pleasure principle).
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai kenikmatan itu das Es mempunyai
dua cara (alat proses), yaitu:
1)
Reflex dan
reaksi-reaksi otomatis, seperti misalkan bersin, berkedip, dan sebagainya;
2)
Proses primer
(primer Vorgang), seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan
(wishfullfillment, wensvervulling).
b.
Das Ich
Das Ich atau
dalam bahasa Inggris the ego disebut
juga system der Bewussten-Vorbewussten. Aspek ini adalah aspek psikologis
daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organism untuk berhubungan
secara baik dengan dunia kenyataan (Realitat). Di dalam berfungsinya das Ich
berpegang pada “prinsip kenyataan” atau “prinsip realitas” (Realitatsprinzip,
the reality principle) dan bereaksi dengan proses sekunder (Sekunder Vorgang,
secondary process). Tujuan Realitatsprinzip itu ialah mencari objek yang tepat
(serasi) untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme.
c.
Das Ueber Ich
Das Ueber Ich
adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai
tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada
anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan
larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan;
karena itu Das Ueber Ich dapat juga dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas
atau tidak, susila atau tidak, dan demikian peribadi dapat bertindak sesuai
dengan moral masyarakat.
Adapun fungsi
pokok das Ueber Ich itu dapat dilihat dalam hubungan dengan ketiga aspek kepribadian
itu, yaitu:
a.
Merintangi
impuls-impuls das Es, terutama impuls-impuls seksual dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
b.
Mendorong das
Ich untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada yang realistis;
c.
Mengejar kesempurnaan.
Jadi das Ueber
Ich itu cenderung untuk menentang baik das Ich maupun das Es dan membuat dunia
menurut konsepsi yang ideal.
2.
Dinamika Kepribadian
Freud sangat
terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivism abad XIX dan menganggap organism
manusia sebagai suatu kompleks system energy, yang memperoleh energinya dari
makanan serta mempergunakannya untuk bermacam-macam hal: sirkulasi, pernafasan,
gerakan otot-otot, mengamati, mengingat, berpikir, dan sebagainya.
a.
Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikiologis dari
suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan
psikologisnya yang dinamakan hasrat sedangkan jasmaninya disebut kebutuhan.
Insting mempunyai empat ciri khas:
1)
Sumber
2)
Tujuan
3)
Objek
4)
Pendorong atau
penggerak
Menurut Freud insting dapat digolongkan menjadi dua kelompok
besar yakni:
> insting-insting hidup
>
insting-insting mati
b.
Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis
didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan superego. Oleh karena jumlah
energi terbatas, maka akan terjadi persaingan di ketiga system itu dalam
menggunakan energi tersebut.
Dinamika kepribadian terdiri dari interaksi daya-daya
pendorong kataksis-kataksis dan daya-daya penahan anti kataksis-kataksis.
3.
Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund
Tahap
perkembangan kepribadian menurut freud
a.
Tahap Oral (mulut)
Tahapan ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan.
Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini,
yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri
karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari
inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti
kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan harta. Misalnya, orang yang
senang ditipu adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian
inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah menelan apa saja yang dikatakan
orang lain.
b.
Tahap Anal
Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun.
Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan
bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan
melukis dengan jari.
c.
Tahap Phallic
Tahapan ini berlangsung antara usia 3 dan 6 tahun. Tahap ini
sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah
kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan
akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi penyimpangan jalan
antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut, pada tahap ini anak akan
mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan
orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua
yang berbeda jenis kelamin dengannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik
oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan
penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya.
d.
Tahap Latency
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan
masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan
(masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak
lagi aktif dan menjadi laten.
e.
Tahap Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas
dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi
sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain
akan ditekan.
D.
Teori Kepribadian Psiko Analitis Carl Gustave Jung
Carl Gustav Jung
lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl, suatu kota di kawasan Lake
Constance di Canton Thurgau, Swiss. Ayahnya adalah seorang pendeta pada gereja
reformasi Swiss. Jung belajar di Universitas Basel dalam ilmu kedokteran.
Setelah mendapat gelar dokter, ia menjadi asisten di rumah sakit jiwa di
Burgholze, Zurich, dan klinik Psikiatri Zurich. Dia terus memperdalam ilmu
psikologi dan bekerja sama dengan Eugen Bleuler, psikiater terkenal yang
mengembangkan konsep skizofrenia.
Carl Gustav Jung
sangat terkesan ole ide-ide Freud yang dibacanya dari buku yang berudul
Interpetation of ream. Pada tahhun 1909 mereka mengadakan perjalanan bersama ke
Universitas Clark di Worchester, Massachusetts. Mereka diundang untuk
menyampaikan serangkaian ceramah pada berdirinya universitas tersebut. Pada
tahun 1910 dengan dukungan dari Freud, Carl Gustav menjadi ketua Asosiasi
Psikoanalitik Internasional.
Hubungan Carl Gustav
Jung dengan Freud tiga tahun kemudian mulai dingin. Pada tahun 1913 mereka
mengkhiri hubungan kerja sama dalam pekerjaan. Dalam tahun yang sama, Jung juga
melepaskan jabatan lekor dalam Psikiatri pada Universitas Zurich. Keretakan
hubungan mereka, dipicu oleh perbedaan yang sangat prinsip dalam hal
kepribadian mereka dan pandangan intelektualnya. Jung menolak panseksulisme Freud.
Jung mulai menyusun teori psikoanalisi dan metode psikoterapinya sendiri yang
terkenal sebagai psiko analitik.
Dalam memandang
manusia, Jung menggabungkan pandangan teteologi dan kausalitas. Dia memandang
bahwa tingkah laku manusia itu ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu dan
rasi (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan aspirasi individu (teteologi).
Menurut Jung masa lampau individu sebagai aktualitas maupun masa depan individu
sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku individu (orang).
Pandangan Jung
tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti
bahwa dia melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang
pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau
sang pribadi. Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan
pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang
membedakan Jung dan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya ada pengulangan
yang tak ada habis-habisnya atas tema-tema instink sampai ajal menjelang. Bagi
Jung dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif,
pencarian kearah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda
dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena penekanannya yang kuat
pada dasar ras dan filogenetik kepribadian. Manusia modern dibentuk kedalam
bentuknya yang sekarang oleh pengalaman kumulatif generasi masayang merentang
jauh kebelakang sampai asal manusia yang samar dan tidak diketahui. Dasar
kepribadian bersifat arkhaik, primitive, bawaan, tak sadar dan mugkin
universal. Freud menekankan asal kepribadian pada kanak-kanak, sedangkan Jung
menekankan asal kepribadian pada ras. Manusia dilahirkan dengan membawa banyak
kecendrungan yang diwariskan oleh leluhurnya. Kecendrungan ini membimbing
tingkah laku individu dan sebagian menentukan apa yang akan disadarinya dan
diresponnya dalam dunia pengalaman. Jung menjelaskan adanya kepribadian
kolektif yang dibentuk berdasarkan ras yang secara selektif menjangkau dunia
pengalaman dan diubah dan diperkaya oleh oleh pengalaman yang diterima oleh
individu. Kepribadian individu merupakan hasil daya batin yang mengenai dan
dikenai oleh daya dari luar individu.
Jung menyelidiki
sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia
meneliti mitologi, agama, lambang, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan
manusia primitive, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotic, halusinasi dan
delusi para penderita psikosis dalam dalam mencari akar dan perkembangan
kepribadian manusia.
Pada tahun 1944
jurusan psikologi kedokteran pada Universitas Basel dibuka khusus untuk
menhormati Jung. Beliau menjadi ketua di jurusan tersebut, namun karena kesehatannya terus memburuk beliau berhenti
dari jabatan tersebut. Pada tanggal 6 juni 1961 Jung meninggal di Zurich dalam
usia 85 tahun. Pada tahun kematian Jung diterbitkanlah otobiografi: Memories,
Dreams, Reflection (1961).
1.
Definisi dan Struktur Kepribadian
Jung tidak
berbicara tentang Kepribadian melainkan Psyche. Adapun yang dimaksud dengan
psyche, Jung (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1985: 109) menjelaskan bahwa
“Psyche embraces all thought felling and behavior, conscious and unconscious”.
Kepribadian itu adalah seluruh pemikiran, perasaan dan perilaku nyata baik yang
disadari maupun yang tidak disadari.
Adapun struktur
kepribadian manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kesadaran dan
dimensi ketidaksadaran. Kedua dimensi ini saling mengisi dan mempunyai fungsi
masing-masing dalam penyesuaian diri. Dimensi kesadaran berupaya mnyesuaikan
terhadap dunia luar individu. Adapun dimensi ketidasadaran berupaya
menyesuaikan terhadap dunia dalam individu. Batas kedua dimensi ini tidak
tetap, dapat berubah-ubah. Luas daerah kesadaran atau ketidaksadaran itu dapat
bertambah atau berkurang. Dalam kenyataannya daerah kesadaran itu hanya
merupakan bagian kecil saja dari dimensi kepribadian. Berikut ini akan
diuraikan kedua dimensi tersebut.
a.
Dimensi Kesadaran Kepribadian
Dimensi kesadaran
dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari
presepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas
seseorang. Dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada dimensi kesadaran.
Dimensi kesadaran
manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang
masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.
Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak
berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungus jiwa
yang pokok yaitu, pikiran, perasaan, pendirian dan intuisi. Pikiran dan
perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam fungsinya, pikiran dan
perasaan bekerja dengan penilaian, pikiran menilai atas dasar benar dan salah. Adapun
perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kedua fungsi jiwa yang
irrasional yaitu pendirian dan intuisi tidak memberikan penilaian, melainkan
hanya semata-mata pengamatan. Pendirian mendapatkan pengamatan dengan dasar
melalui indra. Adapun intuisi mendapat pengamatan secara tidak sadar
melaluinaluri.
Pada dasarnya
setiap manusia memiliki keempat fungsi
jiwa itu, akan tetapi biasannya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang
(dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan
menetukan tipe kepribadian orangnya. Jadi ada tipe orang pemikir, tipe perasa,
tipe pendria, dan tipe intuitif. Berikut adalah tabel tentang fungsi jiwa
menurut Jung.
Fungsi jiwa menurut Jung
No
|
Fungsi
jiwa
|
Sifatnya
|
Cara
bekerjanya
|
1.
|
Pikiran
|
Rasional
|
Dengan penilaian:
benar-salah
|
2.
|
Perasaan
|
Rasional
|
Dengan penilaian:
senang-tidak senang
|
3.
|
Pendriaan
|
Irrasional
|
Tanpa penilaian:
sadar melalui indra
|
4.
|
Intuisi
|
Irrasional
|
Tanpa penilaian:
tidak sadar-melalui naluri
|
Keempat fungsi
jiwa itu berpasangan. Kalau satu fungsi jiwa itu menjadi superior, yaitu
menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pansangannya menjadi inferior,
yaitu ada dalam ketidaksadaran. Adapunkedua fungsi jiwa yang lainnya menjadi
fungsi pembantu, sebagian terletak dalam alam bawah sadar dan sebagian lagi
dalam alam tidak sadar.
Selanjutnya,
fungsi jiwa yang berpasangan itu berhubungan secara kompensatoris artinya makin
berkembang fungsi superior maka makin besarlah fungsi kebutuhan inferior akan
kompensasi dan makin gangguan terhadap keseimbangan jiwa. Gangguan ini dapat
menjelema dalam tindakan yang tidak terkendali.
Untuk mengatasi
gangguan itu, maka tujuan perkembangan kepribadian adalah membawa keempat
fungsi pokok itu cahaya kesadaran, sehingga tercapailah manusia utuh yaitu
manusia “sempurna”.
Komponen kedua
dari dimensi kesadaran manusia adalah sikap jiwa. Sikap jiwa adalah arah dari
energi psikis atau libido yang menjelema dalam bentuk manusia terhadap
dunianya. Arah aktivitas energi dapat keluar ataupun kedalam diri individu. Begitu
juga arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat keluar ataupun kedalam
dirinya.
Setiap orang
mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya. Namun demikian, dalam caranya
mengadakan orientasi itu setiap orang berbeda-beda. Misalnya ada orang yang
cepat tanggap terhadap musibah tsunami di NAD dan Sumatra Utara, ada yang
kurang peduli terhadap musibah. Ada orang yang lekas mengagumi para artis dan
atlit Indonesia yang berprestasi di tingkat dunia tetapi sebaliknya ada yang
biasa-biasa saja, karena ia berpendapat itu adalah hal yang wajar dalam suatu
kompetisi.
Apabila orientasi
terhadap suatu itu tidak dikuasai oleh pendapat subjektifnya, maka individu yang
demikian itu dikata mempunyai orientasi ekstravers. Apabila orientasi
ekstravers ini menjadi kebiasaan, maka individu yang bersangkutan mempunyai
tipe kepribadian ekstravers. Jadi, berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia
dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu (1) manusia yang bertipe ekstravers
dan (2) manusia bertipe introvers.
Orang yang
ekstravers terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia diluar
dirinya. Orang yang bertipe introvers terutama dipengaruhi oleh dunia
subjektif, yaitu dunia
didalam dirinya sendiri.
Jung berpendapat
bahwa antara sikap jiwa ekstravers itu terdapat hubungan yang kompensatoris. Dengan
mendasarkan kepada kepribadian menjadi 8 tipe, yaitu 4 tipe ekstravers. Dalam membuat
peancandraan mengenai tipe kepribadian tersebut, selalu dikupasnya juga
kehidupan alam tak sadar yang merupakan realitas yang sama pentingnya dengan
kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tak sadar itu berlawanan dengan kehidupan
alam sadar. Jadi orang yang kesadarannya bertipe pemikir, maka
ketidaksadarannya adalah perasa. Orang yang kesadarannya ekstravers,
ketidaksadarannya bersifat intravers. Dengan pembicaraan itu, teranglah kiranya
tipologi kepribadian menurut Jung seperti pada tabel berikut.
Tripologi Kepribadian Menurut Jung
Sikap
jiwa
|
Fungsi
jiwa
|
Tipe
kepribadian
|
Ketidaksadarannya
|
Ekstravers
|
Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi
|
Pemikiran- ekstravers
Perasa-ekstravers
Pendria-ekstravers
Intuitif-ekstravers
|
Perasaan introvers
Pemikiran Introvers
Intuitif Intravers
Pendrian Intovers
|
Intravers
|
Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi
|
Pemikiran- intravers
Perasa-intravers
Pendria-intravers
Intuitif-intravers
|
Pemikiran ekstravers
Perasa ekstravers
Pendria ekstravers
Intuitif ekstravers
|
Dalam kenyataannya
tipe kepribadian yang murni seperti yang digambarkan di tabel jrang sekali
terdapat. Variasi tipe tersebut dalam kenyataanya lebih banyak daripada yang
digambarkan dalam tabel itu. Disamping tipe pokok tersebut, dapat dikemukakan
tipe campuran, yakni (1) pikiran empiris, (2) pikiran, (3) pikiran intuitif
spekulatif, (4) intuisi, (5) perasaan intuisi, (6) perasaan, (7) perasaan
indria, dan (8) pendriaan.
Apa yang telah
dikemukakan di atas adalah keadaan kehidupan sadar yang sebenarnya. Masih ada
suatu permasalahan lagi, yaitu bagaimana orang itu dengan sadar menampakan diri
keluar. Cara individu menampakan diri keluar oleh jung disebut pesona. Jung memberi
definisi pesona itu sebagai kompleks fungsi (fungsi yang slaing terkait) yang
terbentuk atas dasar pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian,
tetapi tidak sama dengan individualitas (segala sesuatu yang membedakan
individu dengan iindividu lainnya). Cara individu menampakan diri keluar itu
belum tentu sesuai dengan keadaan dirinya yang sebenarnya (individualitasnya). Persona
itu merupakan kkompromi antara individu dan masyrakat; antar struktur batin
sendiri dengan tuntunan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Apabila
orang dapat menyesuaikan diri ke dunia luar dengan baik, maka persona itu akan
merupakan selubung yang elastic, yang
dengan lancer dapat dipergunakan. Tetapi apabila penyesuaian diri kedunia luar
itu kurang baik, maka persona dapat merupakan toopeng yang kaku dan beku.
b.
Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian
Dimensi
ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua lingkaran yaitu: (1)
ketidaksadaran pribadi; (2) ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi
berisi hal yang diperoleh individu selama hidupnya namun tertekan dan
terlupakan. Ketidasadaran pribadi terdiri dari pengalaman yang disadari, tetapi
kemudian ditekan, dilupan, diabaikan, serta pengalaman yang terlalu lemah untuk
menciptakan kesan sadar pada pribadi seseorang. Ketidaksadaran pribadi berisi
hal yang teramati, terpikirkan, danterasakan dibawah ambang kesadaran.
Ketidaksadaran
kolektif berisi hal yang diperoleh seluruh jenis manusia selama pertumbuhan
jiwanyamelalui generasi yang terdahulu. Ini merupakan endapan cara yang khas
manusia mereaksi sejak zaman dahulu terhadap situasi ketakutan, bahaya,
perjuangan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Daerah ketidaksadaran kolektif
yang berdekatan dengan daerah ketidaksadaran pribadi berisi emosi dan dorongan primitive.
2.
Dinamika Kepribadian
a.
Energi Psikis
Energi yang
menjalankan fungsi kepribadian disebut energi psikis (Jung,1948b). Energi psikis merupakan
menifestasi energi kehidupan, yakni energi organisme sebagai sistem biologis.
Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain,yakni dari proses-proses
metabolik tubuh. Energi psikis terungkap sacara konkret dalam bentuk daya-daya
actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian, dan perjuangan
adalah contoh-contoh daya aktual dalam kepribadian; disposisi, bakat,
kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh-contoh daya potensial.
1)
Nilai-Nilai Psikis
Jumlah energi
psikis yang tertanam dalam salah satu unsur kepribadian disebut nilai dari
unsur itu. Ide atau perasaan tersebut memainkan peranan pentingdalam
mencetuskan dan mengarahkan tingkah laku.
2)
Daya Konstelasi Suatu Kompleks
Nilai-nilai tak
sadar harus ditentukan dengan menilai “daya konstelasi unsur inti suatu
kompleks“ yang terdiri dari jumlah kelompok-kelompok item yang dihubungkan oleh
unsur inti kompleks. Jung membicarakan tiga metode yang dapat dipakai untuk
menaksir daya konstelasi unsur inti:
a)
Observasi
langsung plus deduksi-deduksi analitik. Melalui observasi dan inferensi kita
dapat mengestimasikan jumlah asosiasi yang terikat pada suatu unsur inti.
b)
Indikator-indikator
kompleks. Indikator kompleks adalah suatu gangguan tingkah laku yang
menunjukkan adanya kompleks.
c)
Intensitas
ungkapan emosi. Intensitas reaksi emosi seseorang terhadap suatu situasi
merupakan ukuran lain tentang kekuatan suatu kompleks.
b.
Prinsip Ekuivalensi
Prinsip
ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
kondisi tertentu, maka jumlah yang dikeluarkan itu akan muncul di satu tempat
lain dlam sistem. Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu nilai tetentu melemah
atau menghilang, maka jumlah energi yang diwakili oleh nilai itu tidak akan
hilang dari psikhe tetapi akan muncul kembali dalam suatu nilai baru. Surutnya
suatu nilai sudah pasti berarti munculnya suatu nilai lain. Misalnya ego, maka
energi itu akan muncul pada suatu sistem lain, mungkin persona. Atau jika makin
banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai
itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan struktur-struktur lain dalam kepribadian.
c.
Prinsip Entropi
Prinsip entropi
menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari ekuilibrium atau
keseimbangan. Jung menyatakan bahwa realisasi diri adalah tujuan dari
perkembangan psikis maksudnya antara lain adalah bahwa dinamika kepribadian bergerak
ke arah suatu keseimbangan daya-daya yang sempurna.
d.
Penggunaan energi
Seluruh energi
psikis yang tersedia untuk kepribadian digunakan untuk dua tujuan umum.
Sebagian diantaranya dipakai untuk melakukan pekerjaan yang perlu untuk
memelihara kehidupan dan untuk pembiakan spesies.
3.
Perkembangan Kepribadian
a.
Jung Menjangkau Kebelakang Dan Kedepan
Freud adalah
ahli yang menekankan masa lampau atau. Kausalitas, sedangkan Adler adalah ahli
yang berpandang teleologis, yang menekankan peranan masa depan dengan segala
cita-citanya. Dalam teori kepsibadiannya. Jung berpendapat, kedua pandangan itu
kedua-duanya harus diambil.
b.
Jalan Perkembangan: Progresif Dan Regresi
Di dalam proses
perkembangan dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur (regresi). Yang
dimaksud dengan progresi oleh Jung adalah bahwa aku sadar dapat menyesuaikan
diri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan dunia luar maupun
kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progresi normal, kekuatan-kekuatan
penghalang dipersatukan secara selaras dan koordinatif oleh proses-proses
kejiwaan. Regresi mungkin
dibantu untuk dapat menentukan jalan untuk mengatasi rintangan-rintangan untuk
dihadapinya.
c.
Pemidahan Energi Psikis: Sublimasi Dan
Refresi
Energi psikis itu dapat dipindahkan, artinya
dapat ditransfer dari satu aspek atau system kelain aspek atau system; dan
transper ini berlangsung atas dasar prinsip-prinsi pokok dinamika, yaitu
ekuivalens dan entropi. Transper yang progresif disebut sublimasi, yaitu
transper dari proses-proses yang lebih primitive, instinktif dan rendah
diverensisasinya ke prsoses-proses yang lebih bersifat cultural, spiritual, dan
tinggi diverensiasinya.
Jadi dalam
pandangan jung sublimansi dan refresi adalah dua hal yang berlawanan; sublimasi
itu psrogresif, menyebabkan psycis bergerak maju, menambah rasionalitas,
sedangkan refresi itu adalah regresif, menyebabkan psyche bergerak mundur dan
menghasilkan irrasionalitas. Namun bagi jung referensi itu tetap mempunyai
nilai positif.
d.
“Jalan Kesempurnaan”; Proses Individuasi
Bahwa
kepribadian mempunya kecendrungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang
stabil, adalah hal yang sentrak dalam psikologis jung terlebih-lebih dalam
psikoterapinya. Perkembangan adalah
semacam pembeberan kebulatan asli yang semula tak punya diperensiasi dan
tujuan; pembeberan ini adalah realisasi atau penemuan diri.
4.
Tahap-Tahap Pekembangan Kepribadian
Proses
individuasi ini ditandai oleh macam-macam perjuangan batin melalui
bermacam-macam tahap perkembangan.
·
Tahap Pertama, membuat
sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang
ada dalam ketidaksadaran. Dengan cara ini, tegangan dalam batin berkurang
kemampuan utnut mengadakn orientasi sarta penyesuaian diri meningkat.
·
Tahap kedua, membuat
sadar imago. Dengan menyadari imago ini, orang akan mampu melihat
kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan.
·
Tahap ketiga, menyadari
bahwa manusia hidup dalam berbagai tegangan pasangan yang berlawanan, baik
rohaniah maupun jasmaniah, manusia harus tabah
menghadapi masalah ini serta dapat mengatasinya.
·
Tahap keempat, adanya
hubungan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadaran, adanya hubungan yang
selaras antara segala aspek dari kepribadian yang ditimbulkan oleh titik pisat
kepribadian, yaitu diri. Diri menjadi titik pusat kepribadian, menerangi,
menghubungkan serta mengkordinasikan seluruh aspek kepribadian. Gamabaran
manusia yang mampu mengkoodinasikan seluruh aspek kepribadiannya ini disebut
manusia integral atau manusia ”sempurna”.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Apa makna
kepribadian? Dalam buku Chaerul Rochman (2012:31) mengutip Yusuf mencoba
menjawab pertanyaan itu demikian: istilah kepribadian merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris yakni personality. Kata personality sendiri
berasal dari bahasa Latin yakni dari person yang berarti kedok
atau topeng dan personae yang berarti menembus. Persona
biasanya digunakan oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan
suatu karakter pribadi tertentuu. Sedangkan yang dimaksud personae
adalah para pemain sandiwara itu dengan kedoknya berusaha menembus keluar untuk
mengekspresikan suatu karakter orang tertentu misalnya pemarah, pemurung dan
pendiam.
Ada dua asumsi
yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu determinsme psikis dan motivasi
tak sadar.
a.
Determinisme
Psikis (Psychic Determinism), asumsi
ini mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan, atau dirasakan individu
mempunyai arti dan maksud, serta semuanya itu secara alami sudah ditentukan.
b.
Motivasi tak
sadar (Uncoscious Motivation), Freud meyakini bahwa sebagian besar
tingkah laku individu (seperti perbuatan, berpikir dan merasa) ditentukan oleh
motif tak sadar.
Jung tidak
berbicara tentang Kepribadian melainkan Psyche. Adapun yang dimaksud dengan
psyche, Jung (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1985: 109) menjelaskan bahwa
“Psyche embraces all thought felling and behavior, conscious and unconscious”.
Kepribadian itu adalah seluruh pemikiran, perasaan dan perilaku nyata baik yang
disadari maupun yang tidak disadari.
Adapun struktur
kepribadian manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kesadaran dan
dimensi ketidaksadaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaerul Rochman.
2012. Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: Nuasa Cendekia
Sumandi
Suryabrata. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Syamsu Yusuf. Pengantar
Teori Kepribadian. UPI
Uus Ruswandi.
2010. Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: CV. Insan Mandiri
0 Response to "Makalah Teori Kepribadian"
Post a Comment