BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Rumusan Masalah
IPA merupakan konsep
pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan
kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan
juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta
kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman
tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih
bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu
pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Teori-teori pembelajaran IPA berhubungan erat dengan perkembangan
peserta didik, kita sebagai calon pendidik harus mengetahui pembelajaran
seperti apa yang sesuai minat dan keinginan peserta didik sekolah dasar.
Sedangkan peserta didik Sekolah Dasar membutuhkan
pembelajaran yang kongkrit, maka dari itu teori-teori pembelajaran IPA sangat
membantu seorang guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai untuk peserta didik sekolah dasar.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam rumusan masalah
ini bertujuan untuk membatasi pembahasan dalam makalah, rumusan masalahnya adalah:
a.
Mengetahui
teori-teori menurut para ahli yang berkaitan dengan peserta didik dalam pembelajaran
IPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Piaget mengenai pembelajaran IPA
Piaget merupakan salah satu pioner
konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari
pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan
datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung
kepada seberapa jauh anak anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak anak SD beranjak dari
hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu kebutuhan secara terpadu. Berdasarkan
keceenderungan diatas maka, belajar adalah suatu proses yang aktif, konstruktif,
berorientasi pada tujuan, semuannya bergantung pada aktifitas mental peserta
didik.
Ø
Struktur
Kognitif:
Struktur Kognitif merupakan kelompok ingatan
yang tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh
anak-anak untuk memahami dunia sekitarnya.
Ø
Pada bayi:
struktur kognitif yang dimiliki adalah refleks.
Contoh: bayi
secara otomatis mengisap benda-benda yang menyentuh bibirnya. Selain,
menjangkau, menyepak, melihat, dan memukul merupakan kegiatan sensorimotor yang
terorganisir. Struktur kognitif ini cepat di modofikasi ketika bayi tumbuh dan
berinteraksi dengan dunia. Pada masa anak-anak sudah mulai ada pemahaman dan
kegiatan mental.
Ø
Proses kognitif
Pada bayi:
mula-mula mempunyai respon menghisap, respon melihat, respon menggapai, respon
memegang, yang berfungsi secara terpisah. Lama-lama respon ini akan
diorganisasikan kedalam sistem yang lebih tinggi yang merupakan kooordinasi
dari respon-respon tersebut.
Contoh: bayi
yang menjangkau botol susu memasukkannya kedalam mulutnya untuk diisap[1].
B.
Tahap-tahap
pekembangan menurut Piaget
Piaget juga meyakini bahwa pemikiran sorang
anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa
dewasa. Dalam hal ini Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia
menjadi 4 tahap yaitu:
1.
Tahap Sensorimotorik ( 0 – 2 tahun ) bayi
bergerak dari tindakan refleks instinktif pada sa’at lahir sampai permulaan pemikkiran simbolis.
Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
2.
Tahap Pra-operasional ( 2 – 7 tahun ) anak
mulai mempersentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dana melampaui informasi indrawi dan tindakan fisik.
3.
Tahap Konkret operasional ( 7-11 Tahun ) pada
saat ini dapat berpikir secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa yang kongkritdan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
4.
Tahap Operasional formal ( 11 - Dewasa) remaja
berpikir yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik[2].
C. Dalam
pembelajaran IPA pergunakanlah
1.
Mulailah dari hal-hal yang konkret yaitu
kegiatan aktif mempergunakan panca indra dengan benda nyata atau konkret.
2.
Penata awal yaitu suatu informasi umum mengenai
apa yang akan diajarkan, agar murid mempunyai kerangka kerja untuk
mengasimilasikan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya.
3.
Pergunakanlah kegiatan yang bervariasi
karena murid mempunyai tingkat perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya
belajar yang berlainan.
D. Teori
Brunner mengenai pembelajaran IPA
Bruner adalah
seorang ahli psikologi perkembangan, sebagaimana nampak dalam pandangannya
tentang perkembangan kognitif anak dan ahli psikologi belajar kognitif. Yang
penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan
mentranspormasi informasi secaraaktif dan inilah menurut Bruner inti dari
belajar. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan oleh
manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah
memperoleh informasi untuk mencapai pemahaman[3].
E. Beberapa
Teori Bruner
1.
Empat Tema
Tentang Pendidikan
Bruner
mengemukakan empat tema pendidikan tema-tema tersebut adalah :
Ø Struktur
pengetahuan
Kurikulum
hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan
struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta
yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain
dan pada informasi yang telah mereka miliki.
Ø Kesiapan (readines)
untuk belajar Menurut Bruner (Dahar ; 1989 : 98), kesiapan terdiri atas
penguasaan keterampilan-kereampilan yang lebih sederhana yang dapat mengijinkan
seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
Ø Intuisi dalam
proses pendidikan Dengan intuisi dimakusdkan oleh Bruner, teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-fomulasi itu
merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak.
Ø Motivasi atau
keinginan untuk belajar Pengalaman pendidikan yang menyebabkan terjadinya
motivasi adalah pengalaman-pengalaman dimana siswa berpartisipasi secara aktif.
Menurut Bruner pengalaman belajar semacam ini misalnya pengalaman belajar
penemuan.
2.
Model dan
Kategori
Teori
Bruner didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah bahwa perolehan
pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, asumsi kedua ialah bahwa
orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk
dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya. Hal ini yang disebut
dengan kerangka kognitif yang oleh Bruner disebut “Model of theWorld”atau
model alam. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dalam menciptakan
kerangka kognitif ini manusia tidak membiarkan diri didominasi oleh lingkup
hidup tetapi bersikap menyoroti apa yang dijumpainya dan bertekad memberikan
suatu makna pada pengalamannya. Pengalaman yang diberi makna itu bertambah-tambah
dan bertumpuk-tumpuk sehingga lama-kelamaan menyerupai suatu bangunan mental
yang bagian-bagiannya terintegrasi satu sama lain. Bangunan struktural ini
dapat dibayangkan suatu arsip yang luas secara kualitaitf dan kuantitatif atau
sebagai ingatan (memory) pada komputer dengan kapasitas megabit yang
besar. Di dalam mengembangkan bangunan mental ini pembentukan konsep memegang
peranan yang besar,demikian pula pengembangan sistematika untuk menumpang
konsep-konsep dalam susunan hierarkis (semacam peta konsep) mengingat isi
konsep dan peta konsep berbeda beda pada setiap orang, maka kerangka kognitif
tidak ada yang seluruhnya sama diantara orang-orang. Setiap bangunan mental
bersifat individual, sehingga cara menanggapi sesuatu secara obyektif sama
dapat sangat berlainan (Winkel). Kerangka kognitif yang telah terbentuk, tidak
bersifat statis dan dapat berubah, lebih -lebih pada manusia muda yang masih
belajar di sekolah. Perubahan ini terjadi karena pergeseran pada konsep yang
sudah dimiliki dan pada susunan hierarki konsep yang digunakan sebelumnya.
Selama belajar siswa harus menemukan sendiri struktur dasar dari materi
pelajaran dan akhirnya dari bidang.
3.
Belajar Sebagai
Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan, bahwa belajar melibatkan tiga proses yang Sberlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu ialah
· Memperoleh
informasi baru,
· Transfomasi
informasi, dan
· Menguji
relevansi dan ketepatan
pengetahuan (Bruner dalam Dahar ; 1989 : 101). Informasi
baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh seorang
setelah mempelajari bahwa darah itu beredar, barulah ia
mempelajari secara terperinci sistem peredaran
atau sistem sirkulasi darah. Demikian pula, setelah berpikir bahwa energi itu
di buang-buang atau tidak dihemat, baru ia belajar teori konservasi energi. Dalam
transpormasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agarcocok atau
sesuai dengan tugas baru. Jadi, transpormasi menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi, atau dengan mengubah menjadi
bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai
apakan cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada. Bruner
menyebut pandangannya tentang belajar atau petumbuhan kognitifsebagai
konseptulisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu :
· Pengtahuan
seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang di
bangunnya, dan
· Model-model
semaca itu mula-mula di adopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model
itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan. Persepsi seseorang
tentang suatu peristiwa merupakan sesuatu proses konstruktif. Dalam proses ini
orang itu menyusun suatu suatu hipotesis dengan menghubungkan data inderanya
pada model yang telah disusunya tentang alam,lalu menguji hipotesisnya terhadap
sifat-sifat tambahan dari peristiwa itu. Jadi, seorang pengamat itu tidak di
pandang sebagai organisme reaktif yang pasif tetapi sebagai seorang yang
memilih informasi secara aktif, dan membentuk hipotesis perseptual.
4.
Belajar Penemuan
Salah satu
model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah modeldari Jerome
Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discoverylearning) (Dahar
; 1989 : 103). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan seusuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan
masalah serta pengetahuhan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang
benar-benar bermakna. Belajar bermakna dengan arti sepertidi atas, merupakan
satu-satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Bruner
menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka
untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
F.
Teori Belajar Behaviorisme
Bihaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang
memandang individu hanya dari salah satu sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspk-aspek mental. Teori ini tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Proses belajar
semata-mata melatih reflkes-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu.
Hukum-hukum belajar yang dihasilkan[4] :
Hukum-hukum belajar yang dihasilkan[4] :
1. Connectionism (S-R Bond) menurut
Thorndike
Eksperiment
yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar
diantaranya: Law of Effect , Law of readness, Law of Exercise.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Eksperiment yang dilakukan oleh Ivan
Pavlov terhadap anjing menghasilkan hukum-hukum belajar diantaranya: Law of
Respondent Conditioning, Law of Respondent Extinction.
3. Operant Conditioning menurut B.F
Skinner
Eksperiment
yang dilakukan oleh B.F Skinner terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar
diantaranya : Law of Operant Conditioning, Law of Operant Extinction.
4. Sosial Learning menurut Albert Bandura
Disebut juga teori Observational
learning, yang merupakana sebuah teori belajar yang relative masih baru
dibandingkan dengan teori belajar yang lainnya. Bandura memandang perilaku
individu tidak semata-mata reflek otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Teori ini memandang pentingnya conditioning,
melalui pemberian reward atau punishment seorang individu akan berpikir dan
memutuskan perilaku social mana yang harus dilakukan.
a. Asumsi
Manusia dipandang ebagai organisme
yang pasif. Perilaku manusia dikuasai oleh stimulus yang ada di lingkungannya.
Oleh karena itu perilaku manusia dapat dikontrol atau dikendalikan melalui
pemanipulasian lingkungan.
b. Ciri-ciri
Ciri-ciri aliran bihavioristik secara umum :
Ø Mementingkan pengaruh lingkungan
Ø Mementingkan bagian-bagian tertentu
Ø Mementingkan peranan reaksi
Ø Mementingkan mekanisme terbentuknya
hasil belajar
Ø Mementingkan sebab-sebab pasa waktu
yang lalu
c. Hukum-hukum belajar yang dihasilkan
Ada 3 macam keadaan yang menunjukkan
perlakuan Hukum Kesiapan, yaitu: a) Apabila pada individu ada tendensi atau
kecenderungan melakukan sesuatu atau bertindak, maka melakukan tindakan
tersebut akan menimbulkan kesiapn dan menyebabkan individu tadi tidak akan
melakukan tindakan-tindakan yang lain.b) Apabila pada individu ada tendensi
bergerak, tetapi tidak melakukan tindakan tersebut, maka akan menimbulka rasa
tidak puas. Oleh karena itu individu tersebut akan melakukan tindakan-tindakan
lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak pussan tadi. 3) Apabila individu
tidak ada tendensi bertindak, maka melakuan tindakan akan menimbulkan
ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk
menghapus ketidakpuasan tadi.
d. Penerapan Dalam Pembelajaran IPA
Dalam proses pembelajaran IPA guru
memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru meminta siswa untuk
memberikan tanggapan. Tanggapan yang benar akan dikaji oleh guru dan semua
siswa. Bagi siswa yang memberikan tanggapan tersebut akan mendapat reward dari
guru. Dengan hal tersebut, siswa diharapkan memperoleh stimulus yang diharapkan
dapat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak
teori-teori yang berhubungan dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar, tinggal bagaimana
seorang guru dalam merancang sebuah
model pembelajaran untuk peserta didik
sekolah dasar dan bagaimana pula agar peserta didik mudah paham terhadap materi yang diajarkan. Dengan pembelajaran yang bersifat kongkrit peserta
didik akan mudah paham dan juga
memudahkan guru dalam meyampaikan materi
ajar.
Adakalanya seorang guru hanya terpacu kedalam
metode ceramah saja, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan tanpa ada
timbal balik, hendaknya seorang guru mempergunakan kegiatan yang
bervariasi karena murid mempunyai tingkat perkembangan kognitif yang berbeda
dan gaya belajar yang berlainan.
B.
Kritik dan
saran
Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari yang diharapkan karena
keterbatasan pengetahuan, maka dari itu kritik
dan saran sangat kami harapakan untuk
perbaikan di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfa’at bagi para
pelajar pada umunya khususnya bagi penysun.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita (2009) Psikologi Perkembangan Peserta Didik .
bandung: Remaja RosdaKarya.
http://adinafirda.wordpress.com/2012/06/08/teori-piaget-mengenai-pembelajaran-ipa/
http://ari4310.blogspot.com/2009/11/teori-teori-yang-mendasari pembelajaran.html
0 Response to "teori para ahli tentang Peserta didik dalam Pembelajaran IPA"
Post a Comment