Pengertian Kompetensi
Kompetensi
adalah kemampuan atau kecakapan khusus seseorang dalam melakukan suatu hal yang
selaras dengan bidang kerja yang bersangkutan. Kemampuan yang dimaksud tidak
dimiliki oleh setiap orang, sehingga orang yang mempunyai kemampuan yang
bersangkutan disebut orang yang kompeten. Menurut Peraturan pemerintah nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru BAB II Pasal 3 ayat 1,
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Sedangkan menurut
Littrel dikutip oleh B. Uno (2010:62) bahwa pengertian kompetensi sebagai
berikut:
Kompetensi adalah kekuatan mental dan
fisik untuk melakukan tugas atau keterampilan yang dipelajari melalui latihan
dan praktik. Sedangkan menurut Stephen J. Kenevich kompetensi adalah
kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Kenevich
kemampuan merupakan hasil dari penggabungan kemampuan-kemampuan yang banyak
jenisnya, dapat berupa pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, kecerdasan dan
lain-lain yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuan organisasi.
Kompetensi adalah suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. Lebih lanjut Spencer dan Spencer dikutip oleh B. Uno
(2010:63) membagi lima karakteristik kompetensi sebagai berikut:
a)
Motif,
yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu.
b)
Sifat,
yaitu karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi atau informasi.
c)
Konsep
diri, yaitu sikap, nilai dan image diri seseorang.
d)
Pengetahuan,
yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
e)
Keterampilan,
yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan
mental.
2. Kompetensi Pedagogik
Guru dan Indikator Kompetensi Guru
Guru memegang peranan sentral
dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah
sangat ditentukan oleh kemampuan atau kompetensi yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan
tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Kompetensi
guru adalah kemampuan seorang guru yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran
dan pendidikan di sekolah. Kompetensi
guru tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh factor latar belakang pendidikan, pengalaman
mengajar dan lamanya mengajar. Bahkan kompetensi guru dapat dinilai penting
sebagai alat seleksi dalam penerimaan calon
guru, juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam rangka pembinaan dan
pengembangan tenaga guru. Selain itu juga penting dalam hubungannya dengan
kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa.
Kompetensi guru
pada hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari konsep hakikat guru dan hakikat
tugas guru. Kompetensi guru mencerminkan tugas dan kewajiban guru yang harus
dilakukan sehubungan dengan arti jabatan guru yang menuntut suatu kompetensi
tertentu. Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan seperti Soedarto
dikutip oleh B. Uno (2010:64) adalah:
Kompetensi guru profesional menuntut
dirinya sebagai seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis dan
memprognosis situasi pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional
perlu menguasai antara lain:
a)
Disiplin
ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pengajaran
b)
Bahan
ajar yang diajarkan
c)
Pengetahuan
tentang karakteristik siswa
d)
Pengetahuan
tentang filsafat dan tujuan pendidikan
e)
Pengetahuan
serta penguasaan metode dan model mengajar
f)
Penguasaan
terhadap prinsip-prinsip teknologi pemnelajaran
g)
Pengetahuan
terhadap penilaian dan mampu merencanakan, memimpin guna kelancaran proses
pendidikan.
Tuntutan atas
berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat
memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi pedagogiknya. Semua
hal yang disebutkan di atas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya
kompetensi pedagogik
guru. Dengan kompetensi pedagogik
tersebut dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan, sehingga
mampu melahirkan hasil pendidikan yang bermutu. Selain itu menurut B. Uno
(2010:65) salah satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat
komitmennya terhadap profesi.
Gail Sheehy sebagaimana dikemukakan oleh Ali Imran
dikutip oleh B. Uno (2010:65) menyatakan bahwa:
Sikap hidup
seseorang apabila berumur 21 tahun sampai dengan 25 tahun mempunyai cita-cita,
aspirasi, semangat dan rencana hidup. Berbeda dengan mereka yang berumur 50
tahun. Guru muda pada umumnya berambisi dalam kariernya. Ada keinginan mencapai
supremasi dalam hal ide. Sebaliknya, guru yang sudah lanjut usia memiliki
semangat yang sedikit demi sedikit berkurang.
Berdasarkan
pendapat di atas tersirat bahwa guru yang masih muda mempunyai kemauan dan
semangat yang tinggi dalam berkarya, lain halnya dengan guru yang sudah
memasuki usia lanjut. Semangat mereka mungkin masih tinggi, tapi terhambat oleh
kondisi fisik dan kesehatan yang mulai menurun.
Menurut B. Uno (2010:65) tingkat komitmen guru dapat
digambarkan dalam satu garis kontinum, yang bergerak dari tingkatan rendah
sampai dengan tingkatan tertinggi sebagai berikut:
Guru yang rendah
tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri:
a)
Perhatian
yang disisihkan untuk memperhatikan siswanya sedikit.
b)
Waktu
dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
c)
Perhatian
utama guru hanya jabatannya.
Guru yang tinggi
tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri:
a)
Perhatian
terhadap siswanya cukup tinggi.
b)
Waktu
dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya banyak.
c)
Banyak
bekerja untuk kepentingan orang lain.
Hasil suatu
pekerjaan dapat dikatakan baik jika dikerjakan oleh seseorang yang
profesional. Sebagaimana dikatakan oleh
Kariman (2002) yang dikutip oleh B. Uno
(2010:18) bahwa profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam
mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran,
kurikulum dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar.
Kompetensi guru merupakan kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan
layak. Menurut
peraturan Pemerintah nomor 4 Tahun 2008 tentang Guru BAB II Pasal 3 ayat 2,
kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut memang harus dimiliki oleh
seorang guru guna mendukung tugas profesinya. Akan tetapi pada penelitian ini
hanya akan difokuskan pada kompetensi pedagogik.
Beberapa alasan mengapa penelitian ini hanya difokuskan
kepada kompetensi pedagogik adalah sebagai berikut:
a.
Kompetensi
profesional menurut Peraturan Pemerintah no. 74 tahun 2008 pasal
3 ayat 7 adalah:
Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru
dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu serta konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau
seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program
satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan
diampu.
Berdasarkan pengertian di atas, maka akan sangat sulit
untuk mengukur kompetensi profesional guru. Kompetensi ini dapat diukur dengan
cara memberikan soal-soal materi matematika kepada guru matematika. Soal yang
diberikan juga harus merupakan soal yang sudah teruji validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya bedanya atau soal sudah dianggap layak oleh ahli
matematika. Intinya soal yang diberikan harus merupakan soal yang sudah
dilakukan uji instrumen. Mengingat keterbatasan waktu dan pengetahuan peneliti,
maka penilaian tentang kompetensi profesional tidak dilakukan.
b.
Kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial menurut Peraturan Pemerintah no.
74 tahun 2008 pasal 3 ayat 5-6
adalah:
Kompetensi
kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup
kepribadian yang beriman
dan bertakwa, berakhlak
mulia, arif
dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi
kinerja sendiri serta mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)merupakan kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi
untuk berkomunikasi
lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali
peserta didik, bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem
nilai yang berlaku dan menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka akan lebih sulit untuk mengukur kompetensi kepribadian
dan kompetensi sosial. Kedua kompetensi tersebut berhubungan dengan aspek
psikologi. Aspek psikologi tidak bisa diukur oleh sembarang orang. Hanya orang
yang mengerti tentang psikologi yang mampu dan berhak untuk mengukur kedua
kompetensi tersebut. Terlebih penelitian ini merupakan penelitian yang
cenderung sensitif terhadap profesi seorang guru. Oleh karena itu penilaian
tentang kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial tidak dilakukan.
Sedangkan kompetensi pedagogik hanya menitikberatkan pada
pengelolaan
pembelajaran peserta didik
di kelas. Menurut Susilawati (2008:106) pengelolaan kelas adalah serangkaian
tindakan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku yang diharapkan
dan menghilangkan tingkah laku yang tidak diharapkan. Sedangkan pengertian kompetensi
pedagogik adalah kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Kompetensi pedagogik
bersisi tentang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta
didik untuk mengaplikasikan potensi yang dimiliki serta evaluasi hasil belajar.
Pengertian kompetensi pedagogik beserta indikatornya menurut
Peraturan Pemerintah nomor
74 tahun 2008 pasal 3 ayat 4 adalah sebagai berikut:
Kompetensi
pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan
pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan
teknologi pembelajaran, evaluasi hasil
belajar; dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Menurut B. Uno
(2010:19)
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru berdasarkan peran guru sebagai pengelola
proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan:
a. Merencanakan
sistem pembelajaran
1)
Merumuskan tujuan
2)
Memilih prioritas materi yang akan
diajarkan
3)
Memilih dan menggunakan metode
4)
Memilih dan menggunakan sumber belajar
yang ada
5)
Memilih dan menggunakan media
pembelajaran
b. Melaksanakan
sistem pembelajaran
1)
Memilih bentuk kegiatan pembelajaran
yang tepat
2)
Menyajikan urutan pembelajaran secara
tepat
c.
Mengevaluasi
sistem pembelajaran
1)
Memilih
dan menyusun jenis evaluasi
2)
Melaksanakan
kegiatan evaluasi sepanjang proses
3)
Mengadministrasikan
hasil evaluasi
d.
Mengembangkan
sistem pembelajaran
1)
Mengoptimalisasi
potensi pserta didik
2)
Meningkatkan
wawasan kemampuan diri sensiri
3)
Mengembangkan
program pembelajaran lebih lanjut
Sedangkan kompetensi
guru yang telah dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas (1999) sebagai berikut:
a)
Mengembangkan
kepribadian
b)
Menguasai
landasan pendidikan
c)
Menguasai
bahan pelajaran
d)
Menyusun
program pengajaran
e)
Melaksanakan
program pengajaran
f)
Menilai
hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan
g)
Menyelenggarakan
penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
h)
Menyelenggarakan
program bimbingan
i)
Berinteraksi
dengan sejawat dan masyarakat
j)
Menyelanggarakan
administrasi sekolah
Menurut Uzer
(1990) yang dikutip oleh B. Uno (2010:22)
secara umum tugas guru sebagai pengelola
proses pembelajaran sebagai berikut:
a)
Manilai
kemajuan program pembelajaran
b)
Mampu
menyediakan kondisi yang memungkinkan peserta didik belajar sambil bekerja (learning
by doing)
c)
Mampu
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat-alat belajar
d)
Mengkoordinasi,
mengarahkan dan memaksimalkan kegiatan kelas
e)
Mengkomunikasikan
semua informasi dari dan/atau ke peserta didik
f)
Membuat
keputusan instruksional dalam situasi tertentu
g)
Bertindak
sebagai manusia sumber
h)
Membimbing
pengalaman peserta didik sehari-hari
i)
Mengarahkan
peserta didik agar mandiri (member kesempatan pada peserta didik untuk sedikit
demi sedikit mengurangi ketergantungannya kepada guru)
j)
Mampu
memimpin kegiatan belajar yang efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang
optimal
Menurut
Rasto (2009), Depdiknas (2004:9) menyebutkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi
ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar,
kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar dan
kemampuan melakukan penilaian.
a.
Kompetensi Menyusun Rencana
Pembelajaran
Kemampuan merencanakan program
belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian
bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
(3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan
sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk
kepentingan pengajaran.
Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan
proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran
berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan
bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber
belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
b.
Kompetensi Melaksanakan
Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program
yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah
keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan
rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar
penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya
diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan
tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar,
misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran,
penggunaan metode mengajar dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
c.
Kompetensi Melaksanakan
Penilaian Proses Belajar Mengajar
Penilaian proses belajar mengajar
dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar
mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai
proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan
pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan
merugikan pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak
lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan.
Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan
bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar
siswa.
Indikator-indikator kompetensi guru matematika menurut
Marsigit (2008) diantaranya:
a)
Melibatkan siswa
dalam kegiatan apersepsi pembelajaran matematika. Guru melakukan apersepsi dalam rangka memotivasi siswa, antara lain mengaitkan materi
pembelajaran sekarang dengan pengalaman siswa atau pembelajaran sebelumnya
(termasuk kemampuan prasyarat), mengajukan pertanyaan menantang, menyampaikan
manfaat materi pembelajaran dan mendemonstrasikan sesuatu yang terkait dengan
materi pembelajaran.
b)
Mengembangkan pembelajaran
matematika secara klasikal atau diskusi kelompok. Metode mengajar yang dipakai disesuaikan dengan tujuan
dari materi yang diajarkan.
c)
Menghubungkan matematika dengan
keperluan lain dalam mata pelajaran lain. Menghubungkan
materi yang disampaikan dengan bidang studi lain yang relevan. Misalnya,
mengaitkan aritmatika (operasi bilangan) dengan IPS (transaksi ekonomi).
d)
Mengembangkan media pembelajaran
matematika. Guru harus mampu memanfaaatkan media pembelajaran (misal
papan tulis, kapur/spidol) dan media (misal pasokan listrik, OHP, LCD dan
kelengkapannya) yang dapat membantunya dalam pembelajaran.
e)
Mengembangkan alat peraga matematika. Guru harus
dapat mencari alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan, baik alat
peraga yang umum dipakai atau buatan guru sendiri.
f)
Mengembangkan pelayanan terhadap
kebutuhan belajar matematika siswa termasuk kesulitan-kesulitannya. Menuntun
sistem kerja siswa agar tingkat kesalahan mengerjakan soal menjadi kecil.
g)
Mendorong siswa
untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat kritis.
h)
Menguasai
konten matematika. Penguasaan
konten atau materi pembelajaran dapat dilihat dari tingkat kebenaran dan
keakuratan substansi (materi, isi) pembelajaran yang dibahas.
Indikator-indikator guru dalam merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran di kelas terangkum dalam Instrumen Penilaian Kinerja Guru
(IPKG) Matematika, sehingga untuk melakukan penilaian tentang kompetensi
pedagogik guru matematika menggunakan Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG)
Matematika yang dibuat oleh Departemen
Pendidikan Nasional tahun 2006.
3.
Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) Matematika
Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) Matematika yang
digunakan untuk menilai kompetensi pedagogik merupakan Penilaian Kinerja Guru
(IPKG) 2, karena Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) 1 digunakan untuk
menilai kompetensi pedagogik guru secara umum. Instrumen Penilaian Kinerja Guru
(IPKG) Matematika beserta penjelasannya (Departemen Pendidikan Nasional: 2006)
dapat dilihat pada lampiran. Dalam IPKG tersebut terdapat format pengisian IPKG
serta indikator dari setiap aspek yang diamati.
Tabel
2.1
Indikator
Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) Matematika
No
|
Indikator
|
Jumlah Item
|
I
|
Prapembelajaran
|
2
|
II
|
Membuka Pembelajaran
|
2
|
III
|
Kegiatan Inti Pembelajaran
|
|
|
A.
Penguasaan materi pembelajaran
|
3
|
|
B.
Pendekatan/strategi pembelajaran
|
5
|
|
C.
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
|
3
|
|
D.
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan
siswa
5
E.
Kemampuan khusus dalam pembelajaran matematika
8
F.
Penilaian proses dan hasil belajar
2
G.
Penggunaan bahasa
3
IV
Penutup
2
Jumlah
35
Jumlah seluruh item pada IPKG matematika adalah 35 butir
dan skor maksimal dari setiap item adalah 4. Jadi skor maksimal dari setiap
pengamat adalah 140. Untuk merubah skor tersebut menjadi skor yang seimbang
dengan hasil belajar siswa, maka skor IPKG tersebut dibagi 1,4 atau dikali
dengan 14/10. Karena pada penelitian ini terdapat dua orang sebagai pengamat
dan penilai proses pembelajaran guru matematika, maka hasil IPKG yang diperoleh
dibagi dengan 2,8 atau dikali dengan 28/10. Selanjutnya skor IPKG yang
diperoleh oleh setiap guru dikorelasikan dengan hasil belajar masing-masing
siswa yang melakukan pembelajaran dengan guru yang bersangkutan.
4.
Sertifikasi Guru dalam Jabatan
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik diperoleh
melalui sertifikasi.
Sertifikasi merupakan proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan
yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh
melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat
dan ditetapkan oleh pemerintah.
Program pendidikan profesi diikuti oleh peserta didik yang telah memiliki
kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kualifikasi
akademik guru ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan
kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru
untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan
pendidikan atau mata pelajaran
yang diampunya sesuai dengan standar nasional
pendidikan. Kualifikasi akademik
guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan
dan/atau program pendidikan nonkependidikan. Kualifikasi
akademik guru bagi calon guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan
diangkat menjadi guru. Kualifikasi akademik guru bagi guru dalam jabatan yang belum memenuhinya, dapat dipenuhi melalui pengakuan hasil belajar mandiri yang
diukur melalui uji kesetaraan yang dilaksanakan melalui ujian komprehensif oleh
perguruan tinggi yang terakreditasi. Sertifikat pendidik bagi calon guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan
diangkat menjadi guru.
Penyelenggaraan sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011
dibagi dalam 3 pola sebagai berikut:
a. Penilaian Portofolio (PF)
Sertifikasi guru pola PF diperuntukan bagi guru dan guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang (1) memiliki
prestasi dan kesiapan diri untuk mengikuti proses sertifikasi melalui pola PF,
(2) tidak memenuhi persyaratan- persyaratan dalam proses pemberian sertifikat
pendidik secara langsung (PSPL).
Penilaian portofolio dilakukan melalui penilaian terhadap
kumpulan berkas yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian
portofolio (Sertifikasi Guru dalam Jabatan tahun 2011) mencakup:
(1)
Kualifikasi
akademik
(2)
Pendidikan dan
pelatihan
(3)
Pengalaman mengajar
(4)
Perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran
(5)
Penilaian dari
atasan dan pengawas
(6)
Prestasi akademik
(7)
Karya pengembangan
profesi
(8)
Keikutsertaan dalam
forum ilmiah
(9)
Pengalaman
organisasi di bidang kependidikan dan sosial
(10)
Penghargaan yang relevan
dengan bidang pendidikan
b. Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung (PSPL)
Sertifikasi guru pola PSPL diperuntukan bagi guru dan
guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan (Sertifikasi Guru
dalam Jabatan tahun 2011) yang memiliki:
(1)
Kualifikasi
akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi
dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran
atau rumpun mata pelajaran yang diampunya atau guru kelas dan guru bimbingan
dan konseling atau konselor dengan golongan sekurang-kurangnya IV/B atau yang
memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/B.
(2)
Golongan
serendah-rendahnya IV/C atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan
golongan IV/C.
c. Pendidik dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Sertifikasi guru pola PLPG diperuntukan bagi guru dan
guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan (Sertifikasi Guru
dalam Jabatan tahun 2011) yang meliputi: (1) memilih langsung mengikuti PLPG,
(2) tidak memenuhi persyaratan PSPL dan memilih PLPG dan (3) tidak lulus
penilaian portofolio.
Uji kompetensi dalam bentuk Penilaian Portofolio (PF),
Pemberian Sertifikat secara Langsung (PSPL) dan Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Guru (PLPG) bagi peserta sertifikasi guru dilakukan oleh Rayon LPTK
Penyelenggara Sertifikasi Guru yang terdiri dari LPTK Induk dan LPTK Mitra
dikoordinasikan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
Calon
guru yang tidak memiliki sertifikat pendidik tetapi memiliki keahlian khusus
yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji
kelayakan. Calon guru
yang tidak memiliki sertifikat
pendidik tetapi diperlukan oleh daerah khusus yang membutuhkan guru dapat diangkat menjadi pendidik setelah
lulus uji kelayakan. Sertifikat
pendidik yang diperoleh guru berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan
tugas sebagai guru
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut peraturan pemerintah no. 74 tahun 2008 pasal 13 ayat 1 perguruan tinggi penyelenggara pendidikan
profesi ditetapkan oleh Menteri dengan kriteria memiliki
program studi yang relevan dan terakreditasi, memiliki pendidik dan tenaga
kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan dan memiliki sarana dan prasarana
pembelajaran yang memadai sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Selain
kriteria yang telah
disebutkan, Menteri dapat menetapkan
kriteria tambahan yang diperlukan untuk penetapan perguruan tinggi penyelenggara
pendidikan profesi atas dasar pertimbangan tercapainya
pemerataan cakupan pelayanan penyelenggaraan pendidikan profesi, letak dan kondisi geografis dan/atau kondisi sosial-ekonomi (PP No. 74 tahun 2008 pasal 13 ayat 2).
Alur sertifikasi bagi guru dalam jabatan dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 Alur Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan
(Diadopsi dari Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta, 2010:7)
Penjelasan alur sertifikasi bagi guru dalam jabatan yang
disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
a.
Guru
dalam jabatan yang memenuhi persyaratan sebagai peserta sertifikasi guru
pertama kali harus melakukan penilaian terhadap kesiapan dirinya dalam
mengikuti uji kompetensi melalui penilaian portofolio untuk mendapatkan
sertifikat pendidik. Kesiapan yang dimaksud adalah: (1) ketersediaan dan kelengkapan
dokumen portofolio yang dimilikinya, (2) telah melakukan penilaian sendiri
terhadap dokumen portofolio yang dimilikinya, dan (3) memiliki kesiapan diri
untuk mengikuti tes awal.
b.
Berdasarkan
hasil penilaian diri tersebut, kemudian guru melakukan pemilihan pola
sertifikasi guru: pola PSPL, pola PF atau pola PLPG.
c.
Peserta
yang telah siap mengikuti pola PSPL, mengumpulkan dokumen untuk diverifikasi
oleh asesor Rayon LPTK sebagai persyaratan untuk menerima sertifikat pendidik
secara langsung. Dokumen yang dimaksud adalah: (1) Fotopopy ijazah, (2) surat
tugas atau surat izin belajar, (3) surat keputusan pangkat/golongan terakhir,
(4) surat keputusan tugas mengajar, dan (5) surat rekomendasi sebagai peserta
sertifikasi pola PSPL dari dinas pendidikan. Penyusunan portofolio mengacu pada
pedoman Penyusunan Portofolio (Buku 3). LPTK penyelenggara sertifikasi guru
melakukan verifikasi dokumen. Apabila dokumen yang dikumpulkan oleh peserta
dinyatakan memenuhi persyaratan (MP), maka peserta dinyatakan lulus sertifikasi
guru dan menerima sertifikat pendidik, sebaliknya apabila dokumen yang dikumpulkan
oleh peserta dinyatakan tidak memenuhi persyaratan (TMP), maka secara otomatis
menjadi peserta PLPG.
d.
Peserta
yang siap memilih pola PF, mengikuti prosedur sebagai berikut:
(1)
Peserta
wajib mengikuti tes awal di tempat pelaksanaan tes yang ditetapkan oleh KSG (ICT Center). Soal tes disediakan oleh
KSG, melalui website KSG yang hanya
dapat dibuka di ICT Center.
(2)
Peserta
yang mencapai nilai/skor tes sama dengan atau lebih tinggi dari batas kelulusan
yang ditetapkan oleh KSG, maka peserta dinyatakan lulus mengikuti sertifikasi
pola PF. Peserta yang tidak lulus tes awal secara otomatis menjadi peserta
sertifikasi pola PLPG.
(3)
Peserta
yang lulus tes awal mendapatkan bukti kelulusan dari ICT Center dan diberi waktu untuk menyusun portofolio. Fotokopy
bukti kelulusan tes awal dilampirkan dalam bendel portofolio.
B.
Hasil
Belajar Matematika
1.
Pengertian
Hasil Belajar Matematika
Belajar
merupakan salah satu proses
yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan. Setiap teori
belajar mempunyai implikasi bagi pengajaran. Bagi guru, teori belajar dapat
memperjelas fungsinya bagi anak dalam belajar. Menurut Ali (2008:14) belajar
dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu
dengan lingkungan. Teori
belajar menurut psikologi daya menekankan pada pentingnya pencapaian disiplin
mental. Hal
ini dicapai melalui proses berpikir. Dengan demikian bahan apapun dapat diajarkan asalkan berfungsi
meningkatkan kemampuan berpikir. Sebagaimana menurut Uzer Usman (2007:5) bahwa belajar diartikan sebagai proses
perubahan tingkah laku diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan
individu dengan lingkungannya.
Hasil
belajar merupakan pencapaian yang diperoleh seseorang setelah melakukan proses
belajar. Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Hasil belajar berasal dari dua kata, yaitu hasil dan belajar.
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:501) hasil adalah pendapatan,
perolehan yang didapat dari sesuatu yang memberi guna. Sedangkan Sudjana
(2009:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dari definisi di atas
maka hasil belajar
matematika adalah suatu hasil usaha dari tahapan perubahan mengenai penguasaan
fakta, keterampilan, konsep-konsep dan aturan matematika sebagai hasil
pengalaman yang meliputi seluruh kepribadian anak dan umumnya ditunjukkan dengan nilai yang diberikan guru.
2.
Indikator
Hasil Belajar Matematika
Menurut
Horward Kingsley yang dikutip oleh Sudjana (2009:22) hasil belajar dibagi ke
dalam tiga bagian, yakni keterampilan
dan kebiasaan, pengetahuan
dan pengertian serta sikap
dan cita-cita. Masing-masing
jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum. Sedangkan Gagne
membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris.
Lain
halnya dengan Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi hasil belajar menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik dengan
penjelasan sebagai berikut:
a)
Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya disebut termasuk kognitif tingkat tinggi.
b)
Ranah
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri darilima aspek yakni penerimaan,
jawaban dan reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
c)
Ranah
psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga
ranah tersebut menjadi objek penelitian hasil belajar. Dalam penelitian ini,
yang akan dilihat adalah hasil belajar ranah kognitif. Hal ini berdasarkan
Sudjana (2009:22 dan 33) bahwa ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh
para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai isi bahan pelajaran. Selain itu juga karena hasil belajar ranah
afektif dan psikomorik sifatnya lebih luas dan lebih sulit dipantau serta hasil
belajar tersebut ada yang tampak pada saat proses belajar-mengajar berlangsung
dan ada pula yang tampak kemudian.
Berdasarkan
kurikulum matematika seperti yang diungkapkan oleh Jihad (2003: 47), fungsi
matematika adalah sebagai wahana untuk:
a)
Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol.
b)
Mengembangkan
ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan tujuan siswa mempelajari matematika yakni agar
siswa memiliki kemampuan dalam:
a)
Menggunakan
algoritma (prosedur pekerjaan)
b)
Melakukan
manipulasi secara matematika
c)
Mengorganisasi data
d)
Memanfaatkan
simbol, tabel, diagram dan grafik
e)
Mengenal dan
menemukan pola
f)
Menarik kesimpulan
g)
Membuat kalimat
atau model matematika
h)
Membuat
interpretasi bangun dalam bidang dan ruang
i)
Memahami pengukuran
dan satuan-satuannya
j)
Menggunakan alat
hitung dan alat bantu
Matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan ilmu pengetahuan sosial.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang menuntut kemampuan analisis dan
penalaran. Oleh karena itu indikator hasil belajar matematika dapat dilihat
dari indikator kompetensi berpikir matematik (mathematical power) yang meliputi pemahaman matematik, pemecahan
masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik dan koneksi
matematik.
Sejalan dengan
itu, Jihad (2003:55) pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang
evaluasi hasil belajar siswa hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya
matematik (mathematical power) siswa
yang meliputi: kemampun menggali, menyusun konjektur dan menalar siswa secara
logis, menyelesaikan soal yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara
matematik dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya.
Pemahaman matematik merupakan kompetensi berpikir
matematik paling rendah dibanding yang lainnya. Pemahaman terhadap materi dapat
diperoleh melalui pemahaman induktif (khusus-umum) dan pemahaman deduktif (umum-khusus).
Selanjutnya adalah pemecaham masalah matematik yang meliputi mengidentifikasi
unsur yang diketahui, merumuskan masalah, menerapkan strategi penyelesaian dan
menginterpretasikan hasil.
Komunikasi matematik meliputi menghubungkan benda nyata,
gambar, diagram dan lain-lain ke dalam ide matematik atau menjelaskan ide,
situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan. Sedangkan penalaran
matematik meliputi pembuktian langsung dan tak langsung serta tentang induksi
matematik. Yang terakhir adalah komunikasi matematik. Kompetensi berpikir ini
lebih pada aplikasi materi matematika terhadap kehidupan sehari-hari.
C. Keterkaitan antara Kompetensi Pedagogik
Guru Matematika terhadap
Hasil Belajar Matematika
Siswa
Hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Hal ini berdasarkan pendapat Ali (2008:5) bahwa situasi
pengajaran banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: faktor guru,
faktor siswa, faktor kurikulum dan faktor lingkungan. Pendapat ini juga
diperkuat oleh Uzer Usman (2007:9) bahwa
proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh
peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya
sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Pada
proses pembelajaran, perlu diusahakan adanya hubungan timbal balik antara guru
dan siswa dan antar siswa sendiri. Proses pembelajaran yang diselenggarakan
hendaknya dapat mendorong semangat untuk belajar dan timbulnya inspirasi pada
peserta didik untuk memunculkan ide baru, mengembangkan inisiatif dan
kreativitas. Proses pembelajaran juga diusahakan agar dapat mengarahkan siswa
untuk mencari pemecahan masalah, mengembangkan semangat tidak mudah menyerah,
melakukan percobaan untuk menjawab keingintahuannya. Proses pembelajaran harus
dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, guru perlu mendorong siswa
untuk terlibat dalam setiap peristiwa belajar yang sedang dilakukan.
Pendapat
lainnya adalah dari Mulyasa (2007:190) yaitu kegiatan pembelajaran dan hasil
belajar siswa tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana
dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh
karena itu, kompetensi uji guru akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil
belajar yang optimal, karena guru yang teruji kompetensinya akan senantiasa
menyesuaikan kompetensinya dengan perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.
Jika dilihat dari sisi psikologi, manusia dapat dikatakan
bahwa hidup seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Sama halnya dengan potensi, kemampuan atau kompetensi guru. Faktor yang berasal dari dalam diri guru
(internal) diantaranya: tingkat
pendidikan, tingkat
kesejahteraan dan kesadaran akan kewajiban dan panggilan
hati nurani. Sedangkan faktor
yang berasal dari luar diri guru (eksternal) meliputi: besar gaji dan tunjangan
yang diterima, ketersediaan
sarana dan media pembelajaran,
kepemimpinan
kepala sekolah, kegiatan
pembinaan yang dilakukan
serta peran
masyarakat.
Pendapat di atas juga diperkuat oleh
Sapa’at (2007) bahwa ada 10 faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, antara lain sebagai berikut: (1)
kecerdasan, (2) kesiapan belajar, (3) bakat, (4) kemauan belajar, (5) minat,
(6) cara penyajian materi pelajaran, (7) pribadi dan sikap mengajar, (8)
suasana pengajaran, (9) kompetensi pengajar dan (10) kondisi masyarakat luas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diperkirakan bahwa kompetensi guru
berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terdapat
siswa, maka secara otomatis kompetensi guru akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Terlebih bagi guru
yang sudah sertifikasi dapat dipastikan bahwa guru tersebut memiliki empat kompetensi
yang bagus karena sudah teruji ketika mengikuti sertifikasi. Pengaruh
yang diberikan oleh kompetensi guru tidak hanya berlaku ketika siswa melakukan
proses pembelajaran dengan guru yang bersangkutan, tapi akan terus berpengaruh
terhadap siswa karena pada
kompetensi guru terdapat penguasaan
guru mengenai
materi
pelajaran yang
ditransferkan kepada siswa melalui
proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Muhammad. 2008. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Arikunto,
Suharsimi. 2008.
Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
|
2002.
Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta
|
B. Uno, Hamzah.
2010. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Gantini
Putri, Gigin. 2010. Pengaruh Kompetensi
Guru Mata pelajaran TIK terhadap Motivasi dan Hasil Belajar. Skripsi UPI
Bandung: Tidak diterbitkan
Hadi, Yusuf.
2009. Kajian Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. [online]. Tersedia: http://yusufhadi.net/wp-content/uploads/2009/02/sinopsis-kompetensi-guru.pdf
[25
Februari 2011]
Hidayati Afsari, Novi. 2010. Hubungan
antara Konseling Teman Sebaya dengan Keterampilan Pengambilan Keputusan Remaja
dalam Menghindari Perilaku Seks Bebas. Skripsi UIN
Bandung:
Tidak diterbitkan
Jihad, Asep. 2003. Pengembangan
Kurikulum Matematika. Bandung: Cita Persada
Kariadinata, Rahayu. 2009. Mengolah Data Statistika Deskriptif dengan SPSS 16. Diktat Kuliah
UIN Bandung: Tidak diterbitkan
------------------------
|
2010. Modul Praktikum
Mengolah data Statistik Inferensial dengan SPSS 17. Diktat Kuliah UIN Bandung: Tidak diterbitkan
|
Keputusan Rektor UIN Bandung. 2009. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi.
UIN Bandung: Tidak diterbitkan
Marsigit. 2008. Pembelajaran Matematika. [online]. Tersedia: http://pbmmatmarsigit.blogspot.com. [25 Februari 2011]
Menteri Pendidikan. 2010. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2011 Buku 1 Pedoman Penetapan
Peserta. [online]. Tersedia: http://sertifikasiguru.org/download.php [25 Februari 2011]
Mulyasa,
E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya
Narbuko. Cholid. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksaraa
Nurdiansyah, Rikrik. 2010. Pandangan Pembelajaran antara Guru yang Sudah Sertifikasi dengan Guru yang Belum
Sertifikasi Berdasarkan Pada Standar Proses. Skripsi UIN Bandung: Tidak
diterbitkan
Nurgana, Endi. 1993. Statistika
untuk Penelitian. Bandung: Permadi
Pendidikan Nasional. 2006. IPKG 2 Instrumen Penilaian Kinerja Guru
Matematika [online]. Tersedia: http://sertifikasi
guru.org/upload/File?instrument/ipkg2_mat.pdf [25 Februari 2011]
Peraturan
Pemerintah. 2005. Standar Nasional
Pendidikan. Bandung: Fokusmedia
|
2005.
Undang-Undang Guru dan Dosen.
Jakarta: Sinar Grafika
|
Riduwan.
2006. Dasar-Dasar Statistika.
Bandung: Alfabeta
Sapa’at,
Ahmad. 2007. Penggunaan Metafora dalam Pembelajaran. [online]. Tersedia: http://batang-karso.blogspot.com/2009/11/penggunaan-metafora-dalam-pembelajaran.html. [16 Januari
2011].
Slameto. 2003.
Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Subana,
dkk. 2000. Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Sudjana,
Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
|
1996.
Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
|
Sudrajat,
Akhmad. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. [online]. Tersedia:
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/01/Peraturan Pemerintah-no-74
tahun-2008-tentang-guru1.pdf. [16 Januari 2011].
Sugiono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta
|
2007.
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung: Alfabeta
|
Suryabrata,
Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Susilawati, Wati. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah UIN Bandung:
Tidak diterbitkan
Syaripudin,
Arip. Korelasi antara Kemampuan Pemahaman Trigonometri dengan Pemahaman Ilmu
Falak pada Pokok Bahasan Penentuan Awal Waktu Shalat. Skripsi UIN Bandung: Tidak diterbitkan
Uzer
Usman, Moh. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
0 Response to " PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA"
Post a Comment